"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat menyampaikan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Dalam pendapatnya, MK menyebutkan bahwa permohonan yang diajukan, yaitu Perppu Pilkada, yang menjadi obyek permohonan pemohon, sudah tidak ada sehingga permohonan pemohon telah kehilangan obyek.
Hal ini karena obyek permohonan kala itu masih dalam pengujian konstitusional Perppu sehingga belum disetujui atau ditolak oleh DPR yang kemudian menjadikan MK berwenang untuk menguji Perppu tersebut.
Namun, karena Perppu tersebut telah disetujui oleh DPR menjadi undang-undang, obyek permohonannya kemudian menjadi hilang.
Selain itu, hakim konstitusi Patrialis Akbar menyebutkan bahwa pihaknya memiliki alasan yang berbeda (concurring opinion), yaitu alasan Presiden untuk mengeluarkan Perppu Pilkada tidak tepat.
"Tidak benar Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah kosong atau tidak memadai saat Perppu 1 Tahun 2014 ditetapkan," ujar Patrialis.
Alasan tersebut kemudian dinilai telah mengabaikan fakta bahwa RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota telah disetujui menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada September 2014.
Dalam rapat paripurna DPR tersebut, tidak terdapat catatan keberatan yang disampaikan oleh Presiden terhadap hasil pembahasan RUU.
"Oleh karena itu, suatu hal yang tidak tepat apabila Presiden menyatakan terjadi kekosongan hukum," ujar Patrialis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.