Tjahjo menilai, pola seleksi bagi calon praja tidak ideal. Salah satu faktor yang menentukan calon praja lolos atau tidak, khususnya bagi wanita, didasarkan pada keperawanan.
"Misalnya dia masuk kategori tidak gadis, dia gagal. Padahal dia tidak gadis karena apa? Karena jatuh, luka, masak itu dijadikan ukuran?" ujar Tjahjo, di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (22/12/2014).
"Atau misalnya dia pernah menjadi korban kekerasan seksual. Kan kasihan kalau hanya gara-gara itu tidak lolos. Padahal, dia misalnya kompeten. Beda persoalan kalau dia memang hobinya itu ya," lanjut dia.
Catatan lainnya, kata Tjahjo, Kemdagri masih mendapatkan informasi adanya kongkalikong agar seseorang dapat masuk menjadi praja. Kursi yang seharusnya bisa didapat mereka yang tak lolos tes keperawanan itu justru diberikan kepada mereka yang tak kompeten.
Tjahjo mengatakan, kementerian akan aktif dalam berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Tjahjo, Kemdagri telah mendapatkan informasi di tahapan mana terjadi kongkalikong. Dengan kondisi yang ada saat ini, ia berjanji untuk memperbaiki sistem seleksi calon praja IPDN.
"Soal modus dan itu terjadi di mana saja, itu internal Kemendagri. Pokoknya banyak aturan yang tidak fair, ada dugaan KKN-nya. Itu sudah disampaikan KPK ke kami. Tahun 2015 harus ada perbaikan seleksi," ujar dia.
Tjahjo mengatakan, praja IPDN adalah calon abdi negara. Oleh karena itu, lulusan IPDN harus memiliki nilai-nilai positif. Ia berharap, perbaikan proses seleksi bagi calon praja IPDN dapat membawa kebaikan untuk kemajuan bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.