Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Akui Bertemu Mantan Wali Kota Bekasi di Luar Lapas

Kompas.com - 30/10/2014, 22:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sirra Prayuna yang pernah menjadi kuasa hukum mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad mengakui bahwa ia melakukan pertemuan dengan Mochtar, di kawasan Ampera Raya, Jakarta, Senin (27/10/2014) malam. Padahal, Mochtar saat ini masih menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Mochtar merupakan terpidana kasus suap anggota DPRD Bekasi untuk mengesahkan APBD tahun 2010.

Sirra mengatakan, dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Mochtar itu, awalnya mereka membahas mengenai pupuk kompos. Menurut Sirra, pupuk tersebut dibutuhkan Mochtar untuk menunjang kerja sosialnya di lahan pertanian sekitar lapas selama ditahan.

"Saya jam 18.30 WIB dikontak Beliau minta ketemu. Ya ketemu lah saya. Dia bilang sedang cari kompos," ujar Sirra, saat dihubungi, Rabu (29/10/2014) malam.

Dalam pertemuan itu, kata Sirra, Mochtar didampingi sejumlah petugas dari rumah tahanan. Seorang petugas, kata Sirra, duduk di sampingnya.

"Ya ada lah (pengawalan). Ada orang yang suruh saya masuk. Mereka berdua makan kan," ujarnya.

Tidak hanya membahas pupuk kompos, lanjut Sirra, Mochtar juga curhat mengenai pengajuan pembebasan bersyaratnya yang tak kunjung diberikan oleh Dirjen Pemasyarakatan.

"Faktor kebetulan saja, dia keliling nyari kompos sekaligus mau ketemu saya. Dan dia cerita soal PB (Pembebasan Bersyarat)-nya kok enggak turun turun. 'Apa ya salah saya, kan saya sudah penuhi syarat,' katanya gitu. Saya bilang 'Ya udah nanti saya pelajari'," kata Sirra.

Namun, Sirra mengaku tidak tahu mengapa Mochtar mencari kompos hingga ke Jakarta. Ia pun tidak mengetahui apakah ada batasan ruang atau pun jarak tertentu bagi narapidana yang menjalani masa asimilasi.

"Nah itu saya tidak tahu. Tapi kalau didampingi sipir kan soal keterlambatan balik aja kan. Soal itu (pembatasan ruang) saya tidak coba mendalami," ujar Sirra.

Pada Maret 2012, Mochtar menolak dieksekusi dengan alasan belum menerima salinan putusan MA. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap dan menjemput paksa Mochtar di Seminyak, Bali. Eksekusi ini dilakukan setelah ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara sesuai dengan putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana korupsi.'

Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama di tingkat kasasi. Mochtar dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010.

Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Di pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, menjatuhkan vonis bebas untuk Mochtar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com