Fahri menjelaskan, ketika musyawarah tak membuahkan hasil, maka voting menjadi keharusan dalam pemilihan calon pimpinan MPR. Ia menganggap tak ada yang salah dengan mekanisme voting kecuali adanya protes dari kubu yang memiliki kepentingan politik.
"Saya enggak ngerti kenapa opininya mengarah voting itu seperti alergi. Padahal, tanggal 20 (Oktober) kalau MPR belum terbentuk itu bisa-bisa pelantikan presiden (Jokowi) terhambat," kata Fahri, yang juga menjabat Wakil Ketua DPR, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Fahri mengatakan, hingga saat ini semua fraksi masih terus melakukan lobi. Ia tak menampik jika suasana di parlemen terbelah karena persaingan mendapatkan posisi pimpinan MPR.
"Lobi ini mengalokasi begitu banyak kepentingan dan memang setiap pemilihan lembaga itu tidak bisa dihindari adanya blok-blok," ujarnya.
Dalam perebutan kursi pimpinan MPR, koalisi partai pendukung Jokowi-JK terus berusaha mencari cara agar pemilihan pimpinan MPR tak dilakukan melalui mekanisme voting. Sementara Demokrat bersama Koalisi Merah Putih sudah sepakat mengajukan paket pimpinan MPR dengan komposisi terdiri dari 4 orang perwakilan parpol koalisi dan 1 perwakilan dari Dewan Pimpinan Daerah.
Adapun koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla akan mengajukan paket dengan komposisi Ketua MPR yang akan diisi oleh perwakilan DPD serta empat wakil oleh perwakilan partai koalisi dan Koalisi Merah Putih.
Pemilihan calon pimpinan MPR dijadwalkan pada pukul 19.30 WIB malam ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.