JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengakui ada kekeliruan dalam penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pembatasan remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme.
"PP 99/2012 ini keluar tidak terlepas dari serangan media, betapa katanya terjadi obral remisi para koruptor. Kalau saya mau jujur, saya akui lahirnya PP 99/2012 adalah semangat saya paling keliru selama masa jabatan saya," ujar Amir dalam rapat kerja dengan anggota Komisi III DPR, Kamis (28/8/2014).
Amir mengungkapkan, sebenci apa pun masyarakat terhadap tindakan korupsi, Kementerian Hukum dan HAM seharusnya bisa membuat para koruptor sadar dan menjadi orang baik. "Seharusnya, kami tidak punya hak menghukum orang dua kali," kata dia.
Amir mengaku pernyataannya tersebut mungkin akan tidak populer di tengah masyarakat. Dia menyadari akan dianggap tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. "Tapi, kita harus ingat kecenderungan hukuman kepada pelaku korupsi sudah amat memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga seharusnya kita menempatkan diri sebagai instrumen hukum yang lain, lebih baik menjadi pembina," ucap Amir.
Kendati menyesali terbitnya PP tersebut, Amir menyatakan tidak akan mencabut PP tersebut. Untuk memperbaiki kondisi itu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat tersebut menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang pemberian remisi bagi narapidana kasus pidana khusus.
Amir menjelaskan, dalam PP 99/2012, seorang narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme harus memenuhi sejumlah syarat untuk bisa mendapatkan remisi, misalnya menjadi justice collaborator, tidak mengulangi perbuatan yang sama, hingga bersedia mengganti kerugian. Kemenhuk dan HAM bekerja sama dengan beberapa lembaga penegak hukum untuk memantau persyaratan itu terpenuhi atau tidak dan mengeluarkan surat rekomendasi.
"Tapi, melalui surat edaran peraturan menteri itu, agar tidak menggantung surat rekomendasinya, kami tetapkan kalau 12 hari tidak ada respons, maka tim kami akan menilai untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.