JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Didi Supriyanto, berharap, Mahkamah Konstitusi menolak alat bukti yang diserahkan Komisi Pemilihan Umum terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden tahun 2014.
Permintaan penolakan alat bukti tersebut terutama untuk bukti yang diserahkan sebelum MK menetapkan bahwa KPU boleh membuka kotak suara pada 8 Agustus 2014 lalu.
"Ya, harus ditolak karena bukti itu ilegal. Ilegal karena diambil dari kotak suara yang pada saat itu dilarang oleh undang-undang. Dengan demikian, perbuatan mengambil dokumen itu kita anggap perbuatan melanggar undang-undang," kata Didi di Gedung MK, Senin (18/8/2014).
Didi mengatakan, pihaknya hingga kini belum menerima daftar alat bukti yang diserahkan KPU ke MK. Dalam sidang pengesahan alat bukti hari ini, pihaknya telah mengajukan kepada MK agar mereka dapat memperoleh daftar alat bukti yang diserahkan KPU.
"Kami belum punya daftarnya, makanya (hari ini) kami tanya daftarnya mana. (Kami minta) karena kan itu punya pengaruh dan klasifikasi berbeda ketika kita nanti bisa melihat mana bukti yang dibuka sesudah dan sebelum (ketetapan MK)," ujarnya.
Lebih jauh, ia berharap agar MK dapat mengambil keputusan sebaik-baiknya dalam perkara ini. Dengan demikian, keputusan tersebut membawa rasa keadilan bagi semua pihak.
Sebelumnya, MK mengizinkan KPU membuka kotak suara untuk mengambil formulir sebagai bukti untuk digunakan dalam persidangan PHPU. (Baca: MK Izinkan KPU Buka Kotak Suara)
Dokumen yang diperoleh dari pembukaan kotak suara dalam kondisi tersegel sebelum MK memberikan putusan atas perkara ini, menurut MK, akan dipertimbangkan dalam putusan akhir sidang PHPU presiden dan wapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.