Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Akui Perbuatan, Anggoro Widjojo Minta Dihukum Ringan

Kompas.com - 25/06/2014, 19:22 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, tetap membantah memberikan suap terkait proses pengajuan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Melalui kuasa hukumnya, Anggoro meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.

"Mohon kiranya apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat terdakwa bersalah dan patut dihukum agar berkenan memberikan putusan, yaitu menghukum terdakwa dengan pidana denda atau pidana penjara seringan-ringannya," ujar pengacara Anggoro, Tomson Situmeang saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/6/2014).

Menurut Tomson, banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan meringankan putusan kliennya. Tomson mengatakan bahwa Anggoro belum pernah dihukum, menyesali perbuatan, dan telah berusia lanjut serta menderita sejumlah penyakit.

Selain itu, menurut Tomson, kliennya sudah banyak berjasa untuk Indonesia. Diantaranya, membantu mendapatkan soft loan dari pemerintah Inggris dan Amerika Serikat sekitar Rp 2 triliun untuk SKRT dan membantu Badan Pembina proyek dari Badan Koordinasi Intelijen masa pemerintahan Presiden Soeharton.

Tomson menyebutkan, selaku Wakil Ketua Kadin saat itu, Anggoro pernah mengatur acara perdagangan antarnegara dalam kunjungan kenegaraan Presiden China Hu Jin Tao ke Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya saat itu M Jusuf Kalla ke Beijing. Menurut Tomson, saat itu diperoleh plafon soft loan dari pemerintah China sebesar 1 miliar dollar AS.

"Di mana sebagian soft loan dari pemerintah Cina tersebut telah dipergunakan oleh pemerintah indonesia untuk pembangunan jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Surabaya," terangnya.

Tomson juga mengatakan, sebagai pengusaha putih, Anggoro sudah pernah membayar pajak kepada negara sebesar lebih dari Rp 220 miliar. Anggoro, lanjut Tomson, juga pernah aktif dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Menurut Tomson, Anggoro juga memiliki itikad baik karena telah mengakui perbuatannya, yaitu memberikan uang pribadi Rp 100 juta kepada Ketua Komisi IV DPR saat itu Yusuf Erwin Faisal untuk sumbangan anggota DPR kunjungan kerja ke Meksiko.

"Meskipun terdakwa bisa mengingkari perbuatannya tersebut karena tidak ada bukti dan saksi uang melihat peristiwa itu. Tapi terdakwa berjiwa besar untuk mengakui pemberian Rp 100 juta sebagai wujud rasa penyesalan terdakwa," terang Tomson.

Sebelumnya, Anggoro dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan penjara. Tidak ada pertimbangan yang meringankan tuntutan Anggoro. Ia dituntut hukuman maksimal sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Adapun, hal-hal yang memberatkan yaitu, Anggoro dinilai telah menghambat program pemerintah memberantas korupsi. Anggoro juga pernah melarikan diri ke luar negeri sehingga mengganggu proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com