JAKARTA, KOMPAS.com — Staf khusus kepresidenan bidang ekonomi, Firmanzah, menyatakan bahwa pemerintah terus berusaha menutup kebocoran pendapatan negara yang terjadi di berbagai sektor. Upaya itu, lanjutnya, sudah dilakukan dari masa ketika Hatta Rajasa menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, yang kini maju sebagai calon wakil presiden.
Hanya, Firmanzah mengakui, selepas mundur dari menteri, upaya menutup kebocoran itu hingga kini belum tuntas.
“Waktu Pak Hatta sebagai Menko, beliau juga sangat komit untuk optimalisasi pendapatan negara, hanya saja karena ini kan masih belum tuntas. Saya rasa di Amerika juga masih ada kebocoran, di Eropa masih ada kebocoran. Masalah ini memang tidak bisa selesai dalam jangka waktu 5-10 tahun,” ujar Firmanzah saat dihubungi wartawan, Senin (16/6/2014).
Pernyataan Firmanzah ini merespons data yang dimiliki calon presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan adanya kebocoran anggaran sebesar Rp 1.000 triliun setiap tahunnya. Firmanzah mengaku tidak mengetahui persis data kebocoran anggaran yang dikaji pemerintah.
“Itu kan mengutip data KPK, bisa langsung ditanyakan ke KPK,” ujarnya.
Dari sisi pemerintah, Firmanzah menuturkan bahwa Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM sudah sering berkoordinasi untuk membahas masalah kebocoran anggaran itu.
Selama pemerintahan SBY, katanya, upaya menutup kebocoran anggaran sudah mulai dilakukan. Dia mencontohkan upaya di Direktorat Jenderal Pajak berupa ekstensifikasi dan intensifikasi, serta memperbanyak jumlah nomor pokok wajib pajak (NPWP). Di sektor pertambangan, Firmanzah menyatakan bahwa pemerintah sudah melakukan evaluasi kontrak karya. Upaya terhadap kebocoran anggaran, lanjutnya, juga dilakukan di sektor cukai.
“Kami juga dalam pembahasan APBN-P kemarin dengan DPR. Prioritasnya adalah bagaimana mengoptimalkan pendapatan yang ada,” imbuh Firmanzah.
Dia menilai, siapa pun calon presiden dan calon wakil presiden terpilih nantinya diharapkan tetap bisa berkonsentrasi terhadap upaya optimalisasi pendapat negara. Persoalan ini, sebut Firmanzah, tidak akan selesai dalam jangka waktu 5-10 tahun.
“Sebelum Pak SBY jadi presiden juga jauh lebih banyak hal-hal yang belum dirapikan. Saya rasa usaha merapikan kebocoran anggaran ini never ending goals,” kata mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Sebelumnya, calon presiden Prabowo Subianto berjanji akan menutup kebocoran negara atau kehilangan kekayaan negara yang angkanya diprediksi mencapai Rp 1.000 triliun per tahun. Prabowo mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara yang kuat jika bisa menguasai kekayaan sendiri dan tidak membiarkan kekayaan negara mengalir ke luar negeri.
"Tim pakar kami gunakan angka Rp 1.000 triliun yang hilang. Rp 1.000 triliun saja sudah fantastis, di sinilah rencana kami, Prabowo dan Hatta, untuk mengamankan. Jika kami terima mandat nanti, ini sasaran kami ingin tutup kebocoran Rp 1.000 triliun itu," kata Prabowo dalam acara debat capres-cawapres di Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu (15/6/2014).
Tema debat kali itu mengenai "Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial". Prabowo mengatakan, menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, kekayaan negara yang hilang setiap tahunnya sekitar Rp 7.200 triliun. Menurut dia, uang negara yang hilang tersebut bisa menjadi modal untuk memberikan kemakmuran kepada masyarakat.
"Pendidikan gratis, kesehatan gratis, masalahnya dari mana uangnya? Dari mana sumber daya untuk kita pakai?" ucap Prabowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.