Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Komisioner Komnas HAM Keberatan Dicatut dalam Tim Pemenangan Prabowo-Hatta

Kompas.com - 28/05/2014, 19:57 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia, Saharuddin Daming,  keberatan namanya dicatut sebagai anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilu Presiden 2014. Saharuddin menolak karena garis politik Prabowo-Hatta tak sejalan dengan garis politiknya.

Ia mengaku terkejut saat ada beberapa rekannya di Sulawesi Selatan yang memberikan ucapan selamat karena masuk sebagai anggota dewan pakar Prabowo-Hatta. Padahal, sebelumnya tak pernah ada penawaran dan konfirmasi mengenai posisi tersebut.

"Mengejutkan, karena selain saya tidak pernah dihubungi sebelumnya dan garis politik Prabowo-Hatta berseberangan," kata Saharuddin, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/5/2014).

Saharuddin menjelaskan, ada beberapa alasan lain yang dianggapnya sangat prinsipil dan membuatnya menolak membantu memenangkan Prabowo-Hatta. Alasan pertama, sebagai pegiat hak asasi manusia (HAM), Saharuddin menilai Prabowo belum menuntaskan kasus pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan.

"Kata kubu Prabowo, itu dianggap masalah masa lalu. Justru di sini masalahnya, bagaimana mau komitmen sama penegakan hukum kalau seperti ini. Sangat kontraproduktif dan membebani saya," ujarnya.

Selain itu, kata Saharuddin, ia juga menyayangkan posisi Prabowo yang menunjuk Hatta Rajasa sebagai cawapresnya. Pasalnya, Hatta dianggap gagal memberikan teladan dalam penegakan hukum saat kasus kecelakaan maut di tol Jagorawi beberapa waktu lalu yang menjerat putranya, Rasyid Rajasa. Dalam kasus itu, kata dia, ada ketidakadilan. Sebagai seorang tokoh politik dan menteri, Hatta dinilainya ikut mengintervensi sehingga putranya terbebas dari hukuman berat.

"Sama sekali tak tersentuh hukum, padahal pencuri sandal bolong bisa dipenjara," ucapnya.

Saharuddin juga mengkritik politik transaksional yang sangat kentara dilakukan oleh Prabowo-Hatta. Menurutnya, politik transaksional menjadi momok di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan harus dihentikan oleh calon pemimpin berikutnya.

"Garis politiknya berbeda, maka saya menolak. Walau pun saya tahu yang mengusulkan adalah sahabat saya, pasti niatnya baik, saya merasa terhormat, tapi karena alasan itu, saya keberatan dan menolak," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com