JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, mengaku heran, kaget, dan bingung mengetahui kabar bahwa Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Ia menilai, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pengambilan keputusan kasasi tersebut.
"Sebagai orang awam hukum, saya tidak mengerti mengapa kemudian putusan bebas murni itu masih bisa dikasasi oleh jaksa ke MA. Padahal, Pasal 244 KUHAP mengecualikan putusan bebas dari kasasi," ujar Hotasi dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (9/5/2014).
Menurut Hotasi, pada 19 Februari 2013, majelis hakim tipikor PN Jakarta Pusat telah memberikan putusan bebas murni (vrijspraak) kepada dia dan Tony Sudjiarto atas perkara security deposit sewa pesawat Merpati pada Desember 2006. Setelah melalui 25 sidang selama 8 bulan dan menghadirkan puluhan saksi, majelis hakim menyimpulkan bahwa tidak terbukti ada mens rea (niat jahat) dalam pengambilan keputusan penempatan deposit itu. Majelis juga berpendapat, pembayaran security deposit sudah dilakukan dengan transparan, hati-hati, beriktikad baik, tanpa ada konflik kepentingan.
"Majelis hakim kasasi yang dipimpin Hakim Artidjo Alkostar tidak mengindahkan seluruh fakta yang terungkap dalam persidangan di pengadilan, bahkan juga tidak mengacu pada tuntutan JPU (jaksa penuntut umum)," ujar Hotasi.
Hotasi menilai, putusan kasasi tersebut janggal karena sumber informasi langsung dari Artidjo sendiri selaku ketua majelis pada tanggal 8 Mei 2014. Sampai saat ini, informasi putusan tidak ada di situs internet ataupun disampaikan oleh juru bicara MA.
Selain itu, majelis MA hanya menggunakan dakwaan jaksa penuntut sebagai dasar putusan. Sama sekali tidak melihat fakta persidangan yang lain, termasuk tuntutan jaksa penuntut.
Kejanggalan lainnya, berkas perkara diterima di MA pada 28 Februari 2014. Berkas itu diberi nomor register perkara pada 23 April 2014 dan diterima olehnya di rumah pada Kamis (8/5/2014). Menurut dia, proses pemeriksaan kasasi di MA berlangsung sangat cepat karena diputus pada 7 Mei 2014.
"Hingga siang ini, tanggal 9 Mei 2014, di website resmi Mahkamah Agung, di informasi perkara saya Nomor 417 K/PID.SUS/2014 masih belum ada nama-nama hakim pembaca dan panitera, tanggal putus, dan amar putusan. Putusan dibuat pada tanggal 7 Mei 2014, bertepatan dengan hari ulang tahun saya. Ini bukan sebuah kebetulan," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.