JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal perjanjian Batu Tulis antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerindra pada Pemilu Presiden 2009 kembali membuat hangat perseteruan kedua partai itu.
Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi sepakat dengan Presiden SBY. Bahkan, Suhardi mendesak agar Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menjelaskan perjanjian itu ke publik. Menurut Suhardi, perjanjian itu masih berlaku hingga saat ini.
"Kami merasa itu masih berlaku," kata Suhardi seusai acara doa bersama pimpinan partai politik dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di Jakarta, Senin (7/4/2014).
Dia berpendapat, Megawati harus buka suara karena sejumlah elite Partai Gerindra sudah angkat bicara soal perjanjian itu. Elite Partai Gerindra yang dimaksud Suhardi adalah Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Dewan Pembina Hashim Djojohadikusumo.
Di dalam perjanjian Batu Tulis terdapat poin yang menyebutkan bahwa Megawati mendukung Prabowo sebagai capres pada Pemilu 2014. Menurut Suhardi, jika PDI-P menilai perjanjian itu sudah tak berlaku lagi, sebaiknya dua partai ini membuat pertemuan kembali. Hingga kini, kata Suhardi, belum ada komunikasi dari PDI-P.
"Kalau ada perjanjian yang dibatalkan sepihak, seharusnya bisa disampaikan secara baik," ujarnya.
Meski PDI-P dan Partai Gerindra tengah memanas, Suhardi menyatakan bahwa partainya tetap membuka peluang berkoalisi dengan PDI-P. Pasalnya, kedua partai dianggap memiliki ideologi yang sama dalam mengusung ekonomi kerakyatan.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Biro Pers Kepresidenan, SBY mengomentari soal perseteruan antara kubu Megawati dan Prabowo. Perseteruan itu muncul setelah Megawati menetapkan Joko Widodo sebagai bakal capres PDI-P.
Awalnya, SBY mengatakan bahwa lebih bagus jika dirinya tidak berkomentar. Pasalnya, Megawati yang bisa menjelaskan perihal tuduhan ingkar janji itu. Belakangan, SBY menyarankan Megawati untuk memberikan penjelasan kepada publik.
"Kalau Pak Prabowo berkata seperti itu, berikanlah penjelasan yang gamblang kepada pubik. Dengan demikian, rakyat mendengarkan informasi yang benar. Saya harus berhenti di situ karena itu yang paling baik bagi saya dan tentu paling baik bagi rakyat untuk mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi," ucap SBY.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.