Dalam kunjungan kali ini, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Pendidikan M Nuh, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan. Presiden menilai, jika terus bergantung pada impor daging sapi, maka Indonesia akan selalu mendapatkan harga tinggi.
Presiden berharap agar kuantitas dan kualitas produksi daging sapi dalam negeri bisa ditingkatkan. Dengan memasarkan daging dalam negeri, Presiden mengatakan, masyarakat bisa membeli daging sapi dengan harga terjangkau.
"Di sisi lain juga perlu dipikirkan agar para petani ternak sapi juga mendapat keuntungan dari penjualan sapi. Jadi harganya sesuai untuk petani dan bisa dijangkau masyarakat," kata Presiden.
Dalam kesempatan itu, Ketua Kelompok Tani Djoko Utomo mengeluhkan soal tidak adanya rumah pemotongan hewan (RPH) di tempatnya. Selama ini, kata dia, unit kelompok tani yang berdiri sejak tahun 1992 itu menggunakan RPH sementara yang masih belum berstandar nasional sehingga daging sapi potong dari ternak yang dikembangkan peternakan Wahyu Utama tidak bisa masuk Jakarta.
"Kami belum memenuhi syarat karena tempat RPH masih sementara. Jadi kalau ada RPH tetap, permintaan daging dari Jakarta bisa terpenuhi," katanya.
Menanggapi permintaan Djoko itu, SBY menginstruksikan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan untuk bisa menyediakan fasilitas RPH di peternakan Wahyu Utama agar produksi daging sapi bisa memenuhi standar.
"Kalau lambat, nanti beritahu saya," ujar SBY.
SBY berpendapat, kelompok tani Wahyu Utama adalah contoh terbaik sebuah kelompok tani yang mandiri dan mampu mengembangkan peternakan yang terintegrasi mulai dari pembibitan, penggemukan, hingga pemasaran. Adapun, peternakan Wahyu Utama sudah berdiri sejak tahun 1992.
Peternakan ini memiliki populasi sapi sekitar 2.000 ekor, yang terdiri dari sapi simental, limosin, brangus, dan PO/lokal, Peternakan ini mampu memproduksi untuk kebutuhan daging potong wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta, hingga beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan.