Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 12 Poin RUU KUHAP yang Berpotensi Lemahkan KPK

Kompas.com - 06/02/2014, 14:20 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum mengindentifikasi 12 isu krusial dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi polemik dan berpotensi melemahkan atau memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. RUU KUHAP ini tengah dibahas Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP di DPR yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin.

Berikut 12 poin yang disinyalir berpotensi melemahkan KPK:

1. Dihapuskannya ketentuan penyelidikan

2. KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP. Ketentuan ini bisa meniadakan hukum acara khusus dalam penanganan kasus korupsi yang saat ini digunakan KPK.

3. Penghentian penuntutan suatu perkara. Menurut RUU KUHAP, Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) memiliki kewenangan untuk menghentikan penuntutan suatu perkara.

4. Tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan.

5. Masa penahanan tersangka lebih singkat.

6. Hakim Komisaris dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik dengan jaminan uang atau orang .

7. Penyitaan harus seizin dari hakim

8. Penyadapan harus mendapat izin hakim

9. Penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim

10. Putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung

11. Putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.

12. Ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur. Koalisi juga menilai, RUU KUHAP ini terkesan meniadakan KPK dan Pengadilan Khusus Tipikor. Ini dapat dilihat dari tidak adanya penyebutan lembaga lain di luar kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan (negeri, tinggi, dan Mahkamah Agung). Tanpa penyebutan secara khusus, jika disahkan, regulasi ini dapat menimbulkan polemik atau multitafsir di kemudian hari.

Selain itu, Koalisi mengendus ada upaya percepatan yang akan dilakukan Panja DPR agar RUU KUHAP ini dapat disahkan April 2014, atau paling lambat Oktober 2014, sebelum jabatan anggota dewan periode 2009-2014 berakhir.

Proses pembahasan kedua RUU ini pun terkesan dilakukan secara tertutup atau diam-diam untuk menghindari kritik atau perhatian dari publik maupun media. Berdasarkan pemantauan Koalisi, sejumlah pertemuan pembahasan RUU ini dilakukan pada malam hari dan dihadiri kurang dari separuh anggota Panja.

Bukan hanya itu, Koalisi meragukan komitmen ketua Panja dan sejumlah anggota Panja dalam pemberantasan korupsi karena beberapa di antaranya bermasalah dengan KPK. Tidak hanya individu, partai politik secara institusi juga memiliki persoalan berkaitan dengan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Ada 65 politisi yang diproses hukum KPK, beberapa di antaranya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan menjalani hukuman pidana sebagai koruptor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tema Hari Lansia Nasional 2024 dan Sejarahnya

Tema Hari Lansia Nasional 2024 dan Sejarahnya

Nasional
Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK

Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK

Nasional
Pidato Megawati Kritisi Jokowi, Istana: Presiden Tak Menanggapi, Itu untuk Internal Parpol

Pidato Megawati Kritisi Jokowi, Istana: Presiden Tak Menanggapi, Itu untuk Internal Parpol

Nasional
Kader PDI-P Teriakkan Nama Jokowi, Saat Megawati Bertanya Penyebab Kondisi MK Seperti Saat Ini

Kader PDI-P Teriakkan Nama Jokowi, Saat Megawati Bertanya Penyebab Kondisi MK Seperti Saat Ini

Nasional
Megawati Singgung Pemimpin Otoriter Populis, Hukum Jadi Pembenar Ambisi Kekuasaan

Megawati Singgung Pemimpin Otoriter Populis, Hukum Jadi Pembenar Ambisi Kekuasaan

Nasional
Persilakan Rakyat Kritik Pemerintahannya, Prabowo: Tapi yang Obyektif

Persilakan Rakyat Kritik Pemerintahannya, Prabowo: Tapi yang Obyektif

Nasional
Garuda Indonesia Minta Maaf Usai Mesin Pesawat Pengangkut Jemaah Haji Rusak 2 Kali

Garuda Indonesia Minta Maaf Usai Mesin Pesawat Pengangkut Jemaah Haji Rusak 2 Kali

Nasional
Kembangkan Layanan Digital, Presiden Jokowi Akan Buka SPBE Summit 2024 dan Luncurkan GovTech Indonesia

Kembangkan Layanan Digital, Presiden Jokowi Akan Buka SPBE Summit 2024 dan Luncurkan GovTech Indonesia

Nasional
Pidato Megawati di Rakernas Dinilai Jadi Isyarat PDI-P Bakal Jadi Oposisi Prabowo

Pidato Megawati di Rakernas Dinilai Jadi Isyarat PDI-P Bakal Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Ketika Megawati Ungkap Isi Curhatnya pada Andika Perkasa soal TNI...

Ketika Megawati Ungkap Isi Curhatnya pada Andika Perkasa soal TNI...

Nasional
Jokowi Bagikan Sembako di Yogyakarta Saat PDI-P Gelar Rakernas di Jakarta

Jokowi Bagikan Sembako di Yogyakarta Saat PDI-P Gelar Rakernas di Jakarta

Nasional
Ganjar Yakin PDI-P Bakal Rumuskan Sikap Politik terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran di Rakernas Kali Ini

Ganjar Yakin PDI-P Bakal Rumuskan Sikap Politik terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran di Rakernas Kali Ini

Nasional
PAN Tak Mau Partai Baru Gabung Prabowo Dapat 3 Menteri, PKB: Jangan Baper

PAN Tak Mau Partai Baru Gabung Prabowo Dapat 3 Menteri, PKB: Jangan Baper

Nasional
Prananda Tak Hadir Pembukaan Rakernas V PDI-P, Ada Apa?

Prananda Tak Hadir Pembukaan Rakernas V PDI-P, Ada Apa?

Nasional
Soal Ganjar, Megawati: Belum Dipensiunkan, Terus Berjuang

Soal Ganjar, Megawati: Belum Dipensiunkan, Terus Berjuang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com