JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Effendi Ghazali dan koalisi sah secara hukum. Meski demikian, Yusril menilai putusan tersebut salah dan memalukan.
"Putusan pengadilan betapapun salahnya, betapapun bobroknya hakim itu, betapa begonya dia memutuskan perkara, itu tetap mengikat," ujar Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (3/2/2014).
Yusril mengatakan, sebagai orang yang belajar hukum tata negara, ia harus mengatakan bahwa putusan tersebut salah. Ia lalu mengumpamakan dirinya dengan filsuf Yunani, Socrates.
"Socrates tahu dia diadili dengan cara yang salah. Socrates bilang kamu hakim goblok, tapi dia dihukum mati tetap minum racun terus mati. Saya enggak mau jadi Socrates," ucapnya.
Oleh karena itu, bakal calon presiden dari Partai Bulan Bintang itu tetap memperjuangkan uji materi terhadap UU Pilpres. Ia menilai putusan mahkamah sebelumnya sangat aneh dan tidak masuk akal.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan di 2014, menurut MK, pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.
MK dalam putusannya menegaskan bahwa penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2009 yang berlangsung tidak serentak dan sistemnya akan diulangi Pemilu 2014 tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Hanya, dengan keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pilpres dan pileg secara serentak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.