"Tidak perlu pakai saksi. Kalau saya, lebih baik KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) membuat peraturan agar sisa surat suara yang tidak terpakai di tiap TPS digunting, atau dihanguskan. Golkar kasih solusi tanpa uang," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Leo Nababan di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2014).
Dia menilai, penempatan banyak saksi di TPS tidak serta-merta menjamin surat suara tidak disalahgunakan. Menurutnya, solusi yang paling tepat adalah menggunting surat suara.
"Selama ini kan, pencurian suara di TPS terjadi karena ada kongkalikong petugas pemungutan suara dan parpol menggunakan sisa surat suara," lanjut Leo.
Soal sikap Partai Golkar terkait usulan itu, Leo tidak menjawab dengan tegas. "Itu rahasia partai Golkar," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol.
"Pemerintah juga mengakomodir anggaran saksi parpol di setiap TPS. Ada 12 saksi parpol. Biayanya bukan dari parpol tapi dari pemerintah. Itu keluhan dari parpol, tidak bisa mendatangkan saksi karena tidak ada anggaran," ujar Ketua Bawaslu Muhammad di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Dia mengatakan, setiap saksi dibayar Rp 100 ribu untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. "Ini dalam rangka memastikan proses pengawasan pemilu," lanjut Muhammad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.