Meskipun tebal, ia mengklaim kalau buku “Selalu Ada Pilihan” ditulisnya dengan bahasa yang ringan sehingga mudah dicerna. Dia mengaku menulis buku itu di sela-sela waktu senggangnya yang terbatas.
Menurut SBY, "Selalu Ada Pilihan" bukan buku yang sarat akan teori, analisis kritis yang bersifat ilmiah mengenai politik, ekonomi, atau pun demokras.
"Bukan mengenai bagaimana cara memenangkan pemilihan presiden. Dua minggu lalu saya tidak setuju ketika staf saya menyarankan agar buku itu diserahkan secara simbolik kepada capres yang akan bertanding di medio tahun ini. Saya tidak mau karena mereka pasti tersinggung,” tuturnya.
Melalui buku ini, SBY mengaku tidak bermaksud menggurui siapa pun. Dia berbagi pengalaman dan pengetahuan selama menjabat Presiden sejak 2004. Secara garis besar, buku itu menceritakan kondisi aktual Indonesia saat ini dari sudut pandang SBY, pengalaman selama menjadi Presiden, serta modal bagi seorang calon presiden.
“Saya ingin menyampaikan jalan pikiran saya. Saya berpandangan bahwa hidup ini adalah pilihan. Ingin menjadi apa seseorang itu, pilihan masing-masing. Masa depan seperti apa, itu juga pilihannya sendiri,” kata SBY.
Ia juga menyampaikan pentingnya membaca bagi masyarakat. Menurutnya, masyarakat yang gemar membaca adalah masyarakat yang bergerak menuju kemajuan. “Manakala masyarakat rajin membaca, dia jadi rajin belajar. Masyarakat rajin belajar, akan menjadi masayrakat maju. Semoga kita semua menjadi bagian dari transformasi bangsa kita menuju negara maju,” ucapnya.
Buku "Selalu Ada Pilihan" dicetak dalam format 15,5 x 23 cm. Setelah sekitar satu tahun ditulis dan diproses, Jumat, 17 Januari, buku ini diluncurkan. Ditulis sendiri oleh Susilo Bambang Yudhoyono, dicicil selama satu tahun, selesai 70 persen pada pertengahan Juli 2013. Semula sebelum hurufnya diperkecil, tebalnya 1.084 halaman.