"Dulu sasaran korupsi adalah pejabat negara, karena dulu negara yang melakukan. Sekarang dalam perkembangan terakhir swasta juga melakukan korupsi dan suap," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dalam diskusi memperingati Hari Antikorupsi di Jakarta, Jumat (6/12/2013).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Dewan Pembina Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Dhaniswara K Harjono dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf.
Tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan kerugian negara, menurut Romli, tidak hanya dilakukan oleh pejabat negara. Korupsi yang dilakukan pihak swasta dalam skala besar juga banyak menimbulkan kerugian negara.
Romli menilai, penerapan tindak pidana pencucian uang yang kini diterapkan KPK sangat tepat dan bisa menjerat pihak swasta. Sayangnya, pihak swasta yang dijerat baru sebatas perusahaan kecil seperti perusahaan yang digunakan Nazaruddin untuk melakukan pencucian uangnya.
"Sementara pihak swasta besar seperti Asian Agri dan Adhi Karya yang juga terseret belum juga ditindak. Ada perbedaan perlakuan," ujar dia.
Kadin keberatan
Sementara itu, Dhaniswara yang mewakili pihak Kadin dan pengusaha keberatan dengan pengawasan dan penindakan korupsi oleh penegak hukum yang dinilai belum memiliki aturan jelas. Menurutnya, pengawasan yang terlalu ketat terhadap perusahaan baik swasta maupun BUMN dapat menyebabkan bisnis perusahaan terganggu.
"Sering kita merasa sudah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, tapi kalau kita diperiksa terus kapan bisnisnya?" ujarnya.
Dia pun mencontohkan pengawasan komisi ombudsman yang dinilai berlebihan. Menurutnya, dalam melakukan pengawasan, ombudsman bertugas layaknya penyidik. Perusahaan yang diperiksa pun diperlakukan layaknya pihak yang bersalah. Mereka sampai menempel tulisan "Sedang dalam pemeriksaan dan pengawasan ombudsman".
"Itu merusak kepercayaan dari pihak luar, dan akhirnya akan merusak bisnis. Karena bisnis itu yang terpenting kepercayaan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.