Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh di Sidang MK, Akumulasi Kekecewaan Publik

Kompas.com - 16/11/2013, 14:41 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Peneliti Senior Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai, kericuhan yang terjadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (14/11/2013) saat pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Maluku merupakan wujud akumulasi kekecewaan publik terhadap MK.

“Terutama setelah tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar, dan terakhir muncul beberapa dugaan suap juga, ada sembilan sengketa pilkada yang ditangani Akil,” kata Karyono di Jakarta, Sabtu (19/11/2013). Menurut dia, kepercayaan masyarakat terhadap MK sudah menurun pasca-penangkapan Akil oleh KPK.

Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan, kecurigaan masyarakat terhadap MK sudah muncul ketika Arsyad Sanusi mengundurkan diri dari jabatan hakim konstitusi sekitar Februari 2011. Arsyad diputus melanggar kode etik hakim terkait pertemuan antara anggota keluarganya dan pihak beperkara.

“Kecurigaan masyarakat itu sudah muncul saat Arsyad Sanusi, ketika itu dibentuk Dewan Etik, tapi di situ berhenti, tidak membuat Dewan Etik yang permanen,” kata Taufiq.

Sayangnya, menurut Taufiq, ketika itu MK tidak mengambil langkah tegas untuk mengantisipasi kemungkinan merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakya Didi Irawadi Syamsuddin mengaku prihatin atas kericuhan tersebut. Menurut Didi, sudah saatnya bagi MK untuk melakukan pembenahan.

“Karena saya berharap ini yang terakhir kali. Pasca-penangkapan Akil, MK sebenarnya sudah terjun bebas dan pemulihan sudah dilakukan dengan membentuk MKH, namun tidak memulihkan kepercayaan masyarakat dalam waktu singkat,” tuturnya.

Pembenahan tersebut, menurutnya, dapat dilakukan dengan mematuhi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang MK yang disusun Pemerintah. Didi menilai isi Perppu tersebut dapat membantu MK untuk memulihkan citranya.

“Perppu yang isinya banyak hal-hal yang berikan manfaat bagi MK dan mempercepat pemulihan citra MK di mata publik. Rekrutmen hakim yang akuntabel, transparan, melibatkan pihak independen yang berintegritas, mekanisme pengawasan yang saya kira ini perlu karena tidak boleh ada institusi dengan kekuasaan yang terlalu luas, lalu tidak bisa diawasi. Kejadian Akil ini jadi instropeksi dan evaluasi besar bagi MK,” tuturnya.

Ricuh saat sidang MK

Seperti diberitakan, amuk massa terjadi saat sidang pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Maluku tahun 2013 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Seusai Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva membacakan amar putusan pertama untuk perkara Nomor 94/PHPU.D-XI/ 2013, yang didaftarkan pasangan Herman Adrian Koedoeboen-M Daud Sangadji, sekelompok orang yang menyaksikan persidangan dari tribun berteriak-teriak, lalu turun. Mereka menjungkirbalikkan kursi, memecahkan kaca papan pengumuman dan tiga monitor di depan ruang sidang.

Setelah itu, mereka merangsek ke ruang sidang. Mereka merusak beberapa mikrofon dan mencoba menyerang hakim. Hakim pun berlarian menyelamatkan diri.

Kericuhan itu terjadi sekitar pukul 12.00. Setelah sidang diskors sekitar 1,5 jam, sidang pengucapan putusan dilanjutkan kembali dan sidang berjalan lancar. Dari kejadian ini, polisi mengamankan 5 orang yang diduga terlibat. Total ada 25 orang yang terekam CCTV terlibat perusakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com