Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Peringatkan Hakim MK dan Para Pejabat di Indonesia

Kompas.com - 06/11/2013, 18:36 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengklaim pihaknya dapat melacak berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para pejabat di Indonesia. Oleh karena itu, Agus menitip pesan agar para pejabat tidak berani mencoba-coba melakukan upaya tindak pidana korupsi dalam bentuk apapun.

Hal tersebut disampaikan Agus menanggapi dilantiknya Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru, Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat. Menurut Agus, jika tidak mau bernasib sama dengan pendahulunya, Akil Mochtar, yang kini sudah mendekam di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baik Hamdan, Arief maupun Hakim Konstitusi lainnya harus berlaku lurus dan tidak macam-macam.

"Kepada ketua dan wakil ketua MK yang baru, saya minta para hakim MK lainnya dan seluruh pejabat di Indonesia untuk mengubah mindset," kata Agus usai pelantikan Hamdan-Arief di Gedung MK, Jakarta, Rabu (6/11/2013).

Pasalnya, lanjut Agus, pihaknya dapat melacak hingga hal-hal yang paling kecil seperti obrolan antar hakim di dalam ruangan. Jika terdapat obrolan yang mencurigakan, PPATK bisa segera mengambil tindakan.

"Jangan dikira omongan-omongan di dalam ruangan, berduaan dianggap tidak diketahui. Karena bagi PPATK, para pejabat itu political ekspose person sehingga dikasih tanda bendera untuk dicermati," lanjut dia.

Bahkan menurut Agus, tertangkap tangannya Akil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun lalu, berdasarkan laporan dari PPATK. Lembaga yang bertugas menganalisa keuangan tersebut mencium adanya gelagat yang tidak beres pada Akil sehingga melakukan pelacakan. Hasil pelacakan itu kemudian dilaporkan ke KPK untuk didalami lebih jauh.

"Kami bisa melihat mereka itu seperti ikan di dalam akuarium. Seperti saudara-saudara ketahui, bahwa OTT terhadap AM oleh KPK itu berawal dari laporan PPATK pada tahun lalu. Jadi para pejabat harus mengubah mindset itu," pungkas dia.

Seperti diberitakan, Hamdan terpilih sebagai Ketua MK yang baru untuk periode 2013-2016, Jumat (1/11/2013). Ia terpilih melalui mekanisme pemungutan suara yang dilakukan dalam dua putaran. Hamdan sempat bersaing ketat dengan Hakim Konstitusi lainnya, Arief Hidayat, sebelum dinyatakan terpilih sebagai ketua.

Hamdan menggantikan Akil yang ditangkap KPK atas kasus dugaan suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah; dan dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, serta dugaan tindak pidana pencucian uang.

Akil juga diduga sebagai pengguna narkotika dan obat terlarang setelah Badan Nasional Narkotika (BNN) mengumumkan hasil uji DNA miliknya identik dengan yang ditemukan di linting ganja di ruangan kantornya.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili perkara dugaan pelanggaran etik Akil mengumumkan putusannya. Majelis Kehormatan merekomendasikan Akil diberhentikan dengan tidak hormat. Majelis Kehormatan menilai, Akil telah melakukan berbagai pelanggaran kode etik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com