Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Mekanisme Pengawasan MK Harus Direvisi

Kompas.com - 04/10/2013, 19:59 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi mengakui perlunya revisi mekanisme pengawasan eksternal terhadap institusi itu. Hal ini bertujuan agar ada pihak luar yang ikut mengawasi MK untuk menjaga obyektivitas pengawasan.

"Mungkin aturan itu (pengawasan) harus direvisi. Ini harus diperbaiki untuk menjaga obyektivitas," ujar Hakim Konstitusi Harjono seusai  rapat tertutup Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi bagi Ketua MK Akil Mochtar di Gedung MK, Jakarta, Jumat (4/10/2013).

Ia mengatakan pentingnya formulasi agar MK juga mendapat pengawasan terutama soal kode etik dari pihak luar. "Itu (pengawasan eksternal) yang harus kita perhatikan. Itu jadi tugas kita untuk memecahkan," kata Harjono.

Ketua Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi itu mengatakan, satu-satunya pengawasan eksternal atas dugaan pelanggaran kode etik bagi hakim konstitusi adalah laporan masyarakat. Sayangnya, menurut dia, laporan masyarakat itu masuk melalui satu pintu, yaitu lewat ketua MK.

"Laporan-laporan harus lewat pintu ketua. Kalau dipegang ketua, kalau laporannya menyangkut ketua bagaimana?" ucapnya.

Dia mengungkapkan, selama dirinya menjabat sebagai hakim konstitusi di MK, institusi itu belum pernah membahas soal laporan masyarakat. Hanya, ia dapat memastikan apakah hal itu disebabkan tidak ada laporan, ataukah laporan tidak pernah disampaikan oleh ketua. Ia juga berkilah, MK tetap mendapat pengawasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian.

Pasca-operasi tangkap tangan Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK, tuntutan agar MK kembali diawasi pihal luar, misalnya Komisi Yudisial (KY), kembali mengemuka. Pengawasan itu sangat diperlukan mengingat sejak dibatalkannya pasal pengawasan terhadap hakim konstitusi pada 2006, tidak ada lagi lembaga yang mengawasi sepak terjang MK.

Dengan tidak adanya mekanisme pengawasan ini, menurut komisioner KY, Imam Anshori Saleh, perilaku hakim menjadi tidak terkontrol. Lembaga itu sudah berjalan tanpa ada pengawasan etik, moral, dan perilaku hakim,” kata Imam di Jakarta, Kamis (3/10/2013).

KPK menetapkan Akil sebagai tersangka untuk dua kasus dugaan suap, yaitu dugaan suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten. Pengumuman tersangka ini disampaikan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (3/10/2013) sore, oleh Ketua KPK Abraham Samad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com