Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serahkan Audit Hambalang ke DPR, BPK Dinilai Politis

Kompas.com - 25/08/2013, 15:30 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyerahkan hasil audit investigasi II proyek Hambalang ke Dewan Perwakilan Rakyat dinilai bersifat politis. Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) menilai, langkah BPK tersebut keliru dan bisa saja menghambat proses hukum kasus Hambalang di KPK.

"Langkah BPK melaporkan ke DPR itu keliru atau menabrak undang-undang yang ada. Bisa saja menghambat proses hukum karena beraroma politik. Apalagi politisasi kasus itu kan kental, hampir melibatkan seluruh fraksi di DPR," kata anggota Koalisi dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam di Jakarta, Minggu (25/8/2013).

Menurut Roy, DPR bukanlah lembaga hukum sehingga tidak berwenang mendapatkan laporan audit investigasi BPK yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Hambalang.

"Sehingga kasus ini tidak hanya ditujukan kepada aktor-aktor yang selama ini diduga dan jadi tersangka KPK. Padahal kalau kita lihat, cukup banyak politikus yang bermain. Kami memiliki kekhawatiran ketika hasil audit lebih dulu diserahkan ke DPR, aroma politisasinya sangat kuat," ucap Roy.

Apalagi, menurutnya, kini laporan BPK itu tidak dibuka ke publik. Di samping itu, BPK malah belum menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara Hambalang kepada KPK. Padahal, hasil perhitungan kerugian Hambalang inilah yang diperlukan KPK untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi Hambalang yang menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng tersebut.

"Kalau hasil BPK menunjukkan adanya tidak pidana, maka menjadi wajib segera, tidak mesti harus melaporkannya kepada DPR. Kalaupun misalnya dilaporkan ke DPR, harusnya lebih dulu ke lembaga penegak hukum. Kami melihat BPK masih bermain aman, ada aroma politik juga, ada ketidakonsistenan menjalankan mandat undang-undang," papar Roy.

Dia juga menambahkan, koalisi khawatir ada upaya melokalisir kasus Hambalang mengingat DPR dan BPK menolak untuk membuka hasil investigasi tersebut.

Peneliti IBC lainnya, Darwanto mengatakan, BPK salah alamat ketika memberikan hasil audit investigasi II Hambalang ini kepada DPR. "DPR hanya pengawasan saja pada saat penanganan kasus ini," tambahnya.

Adapun audit investigasi tahap II Hambalang ini memuat sejumlah informasi penting terkait proyek Hambalang yang meliputi nilai kerugian negara atas proyek Hambalang, serta penyalahgunaan dan pelanggaran aturan oleh pejabat terkait berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, serta pelaksanaan proyek pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang.

Hasil audit investigasi ini pun memuat sejumlah nama anggota DPR yang dianggap melakukan pelanggaran terkait penganggaran proyek Hambalang serta peran Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati yang menggolkan anggaran Hambalang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com