Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korporasi yang Terlibat Korupsi Kerap Tak Tersentuh Hukum

Kompas.com - 30/07/2013, 13:20 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Korporasi kerap menjadi alat penampungan hasil kejahatan. Namun, penegak hukum masih sangat jarang menyentuh kejahatan yang dilakukan korporasi. Padahal, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memungkinkan, korporasi juga dihukum pidana.

"Korporasi jadi alat penampungan kejahatan yang belum tersentuh oleh proses hukum. Padahal, korporasi pun harus tersentuh proses hukum," tegas Hakim Agung Kamar Pidana Surya Jaya dalam diskusi bertajuk "Pertanggungjawaban dan Pemidanaan Korporasi dalam Perkara Tipikor" di Gedung Mahkamah Agung (MA), Selasa (30/7/2013).

Ia mengatakan, korporasi seringkali digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana, bahkan sampai dijadikan tameng untuk melindungi hasil kejahatan yang dilakukan seorang pengurus korporasi. Hampir setiap perkara korupsi yang dilakukan seseorang atas nama perusahaan bertujuan untuk memperkaya dirinya sendiri. Namun, korporasi yang masuk dalam proses hukum masih bisa dihitung dengan jari.

Surya mengatakan, menjerat korporasi dalam proses hukum adalah salah satu upaya untuk mengembalikan kerugian negara. Dia menyampaikan, jika suatu tindak pidana dilakukan atau bahkan hanya diperintahkan oleh pengurus korporasi, maka korporasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana.

"Kriteria lainnya, kalau kejahatan dilakukan dalam rangka dan maksud tujuan kepentingan korporasi. Korporasi itu bisa dijerat," tegas Surya.

Dia menegaskan, sanksi pidana yang harus diberikan kepada korporasi tidak cukup hanya pidana denda saja. Korporasi yang melakukan kejahatan, tegasnya, seharusnya dikenai pidana pengembalian aset.

"Kalau masyarakat sudah dirugikan, apa cukup kalau hanya dipidana denda. Pidana denda belum tentu dia bayar. Makanya denda yang paling tepat bagi korporasi adah asset recovery," pungkasnya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto. Ia mengatakan, modus operandi kejahatan yang dilakukan korporasi semakin canggih, sistemik dan terstruktur.

"Namun nyatanya, jumlah kasus korporasi yang dibawa ke pengadilan sangat kecil, khususnya kejahatan korupsi," ujarnya.

Menurutnya, keraguan penegak hukum dalam menjerat korporasi disebabkan belum adanya aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) soal tata cara memeriksa keterlibatan korporasi sebagi pelaku tindak pidana. Selain itu, ungkapnya, penegak hukum juga belum memiliki pemahaman yang sama tentang pertanggungjawaban pidana oleh korporasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com