Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Luthfi, Pemasangan Plang "Sita" oleh KPK Berlebihan

Kompas.com - 01/07/2013, 13:25 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pihak terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi, Luthfi Hasan Ishaaq, menilai penyitaan yang dilakukan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi berlebihan. Menurut pihak Luthfi, penyitaan yang dilakukan KPK tergolong berlebihan karena memasang plang "sita" yang mencolok pada setiap benda yang disita.

“Tak cukup penyitaan dengan dokumen, tetapi KPK memasang kertas atau papan pengumuman yang cukup mencolok, ‘Disita dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Luthfi Hasan Ishaaq’,” kata pengacara Luthfi, M Assegaf, saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/7/2013).

Menurut tim pengacara Luthfi, KPK sedianya tidak perlu memasang plang pemberitahuan penyitaan karena penyitaan sudah sah tanpa perlu pemasangan plang.

“Padahal, tanpa pemberitahuan papan pengumuman itu, penyitaan sudah sah, dan tidak dapat lagi dialihkan asetnya,” sambung Assegaf.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (kiri) usai menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/6/2013). Luthfi diajukan ke pengadilan karena diduga terlibat dalam kasus suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Dalam eksepsi yang berjudul “Bersalah sebelum divonis, menghukum dengan peradilan opini”, tim pengacara Luthfi juga menganggap perlakuan diskriminatif KPK terhadap kliennya.

Menurut pihak Luthfi, KPK mengabaikan asas praduga tak bersalah dalam memproses hukum kasus ini.

“Proses hukum masih berlangsung, tetapi vonis opini seakan disematkan kepada terdakwa agar dicerna masyarakat luas,” ujar Assegaf.

Tim pengacara Luthfi juga menyinggung mobil Toyota Fortuner bernomor polisi B 544 MSI yang dikembalikan KPK setelah disita. Mobil tersebut dikembalikan karena setelah diusut lebih jauh, terbukti tidak berkaitan dengan Luthfi.

Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa KPK mendakwa Luthfi melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang Rp 1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman terkait kepengurusan tambahan kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna. Maria kini ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Menurut surat dakwaan, uang Rp 1,3 miliar itu diterima melalui orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah, dan diberikan melalui Direktur PT Indoguna Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. Selain mendakwa perbuatan korupsi, tim jaksa KPK juga mendakwa Luthfi melakukan tindak pidana pencucian uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Nasional
    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Nasional
    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com