JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman merasa bahwa hakim agung Achmad Yamanie memecundangi lembaga yang dipimpinnya.
Pasalnya, Yamanie adalah produk dari seleksi hakim agung yang dilaksanakan KY. Yamanie dipilih sewaktu KY dipimpin Busyro Muqqodas, Wakil Ketua KPK sekarang.
"Pak Busyro bilang Yamanie sewaktu dulu diseleksi baik, tapi sekarang menipu. Tak ada jaminan, tergantung individunya," kata Suparman di kantornya, Jakarta, Rabu (21/11/2012).
Suparman mengatakan, hakim agung yang diseleksi KY seluruhnya berasal dari Mahkamah Agung (MA). MA, lanjutnya, memang mengirim calon hakim agung yang berkasus. KY, ujarnya, tidak berwenang menjaring hakim agung.
"MA bilang kepada kami, mengirim calon hakim agung tidak mudah. Rekam jejak yang dikirim juga tak baik," katanya.
Ia membenarkan, perekrutan hakim agung seperti job seeker. Sebab, semua kalangan dapat menjadi hakim agung. Menurut dia, hal ini akan dibatasi oleh KY. Sebab, tidak semua orang dapat menjadi hakim agung.
Sementara itu, komisioner KY, Taufiqqurahman Syahuri, mengatakan, Yamanie ternyata sudah kerap menipu. Penipuan yang dilakukan Yamanie terjadi sejak dia menjabat sebagai hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Menurut dia, penerimaan Yamanie ada dua sebab. Pertama, KY kurang jeli menyeleksi Yamanie. Kedua, kasus penipuannya memang sengaja ditutupi Yamanie.
"Jangan sampai ini berulang. Kasus Yamanie sudah mencoreng KY meskipun dia dipilih sewaktu zaman Pak Busyro," katanya.
Sebelumnya, Yamanie mengajukan pengunduran diri pada Rabu (14/11/2012) dengan alasan sakit. Kemudian, Sabtu (17/11/2012), MA tiba-tiba menyampaikan penilaian, Yamanie memang diminta mengundurkan diri karena tidak profesional.
Yamanie membubuhkan tulisan tangan berupa vonis 12 tahun penjara alih-alih 15 tahun penjara seperti diputuskan majelis peninjauan kembali pada Hanky Gunawan, terpidana kasus narkoba.
Putusan yang diambil majelis hakim yang dipimpin Imron Anwari dengan anggota Yamanie dan Nyak Pha itu menganulir hukuman mati pemilik pabrik ekstasi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.