Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Hartati Murdaya sebagai Tersangka

Kompas.com - 08/08/2012, 11:17 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya Poo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Selaku Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), Hartati diduga menyuap Bupati Buol Amran Batalipu.

Penetapan tersangka Hartati ini disampaikan Ketua KPK, Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/8/2012).

"Tersangka baru dari perkembangan kasus Buol ini adalah tersangkanya, Saudari SHM (Siti Hartati Murdaya). Perbuatan yang dilakukan selaku Presdir PT CCM dan PT HIP diduga kuat sebagai orang yang melakukan pemberian uang Rp 3 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, Bupati Buol," ungkap Abraham.

Adapun Bupati Buol Amran Batalipu lebih dulu ditetapkan KPK sebagai tersangka. Abraham melanjutkan, pemberian uang Rp 3 miliar ke Bupati Buol itu terkait hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT CCM dan PT HIP di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Menurut Abraham, uang suap diberikan dalam dua tahap, pertama pada 18 Juni 2012 sebesar Rp 1 miliar,  kemudian pada 26 Juni 2012 sebesar Rp 2 miliar. Dia juga menegaskan, KPK sudah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat Hartati sebagai tersangka.

Hartati disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, KPK menetapkan dua anak buah Hartati, yakni Gondo Sudjono dan Yani Anshori sebagai tersangka. Keduanya tertangkap tangan sesaat setelah diduga menyuap Amran Batalipu. Keterlibatan Hartati dalam penyuapan ini terungkap melalui rekaman pembicaraan antara Hartati dan Amran. Dalam rekaman tersebut, Hartati meminta Amran mengurus HGU lahan perkebunan kelapa sawitnya di Buol.

Informasi dari KPK juga menyebutkan, pemberian suap Rp 3 miliar ke Amran itu dilakukan karena ada perintah Hartati kepada Yani Anshori. Terkait penyidikan kasus ini, KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Pengusaha itu juga sudah dua kali diperiksa KPK.

Seusai diperiksa, Hartati mengakui dimintai uang Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, katanya, hanya Rp 1 miliar yang dikabulkan. Namun, menurut Hartati, pemberian uang tersebut bukanlah suap melainkan terkait dengan pengamanan aset dua perusahaannya di Buol. Pengacara Hartati, Patra M Zein, mengatakan kalau kliennya diperas Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Nasional
    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Nasional
    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Nasional
    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    Nasional
    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Nasional
    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Nasional
    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasional
    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Nasional
    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    Nasional
    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

    Nasional
    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Nasional
    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Nasional
    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Nasional
    Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com