JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar ketentuan pemenjaraan anak dihapuskan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Peradilan Anak yang akan segera dibahas DPR.
Ketua KPAI Hadi Supeno mengatakan, penjara anak sebaiknya diganti dengan pusat rehabilitasi sosial. "Penjara bukan tempat yang tepat bagi anak karena selain akan mematikan tumbuh kembang, penuh dengan budaya kekerasan, diskriminatif, serta bersifat labelisasi terhadap anak dengan sebutan mantan narapidana," ujar Hadi Supeno, di Jakarta, Rabu (22/9/2010).
Mengenai peradilan anak, KPAI meminta agar peradilan anak menjadi peradilan yang mandiri. "Harus menjadi peradilan mandiri yang tidak berada di bawah peradilan umum. Secara manajemen nasional tidak berada di bawah Kemenhuk dana HAM, tetapi berada di bawah Kementerian Sosial," kata Hadi.
Kemudian anak yang berhadapan dengan hukum atau ABH harus dilihat sebagai korban lingkungan sosial dan perlakuan orang dewasa. "Bukan sebagai pelaku tindak kejahatan. Hukuman pada anak seharusnya hanya tindakan, bukan pidana," kata Hadi.
"Pendekatan restorative justice dan pengalihan hukuman harus dikedepankan daripada pendekatan hukuman formal," tambahnya.
Menurut data KPAI, jumlah anak Indonesia yang terpaksa mendekam di penjara masih cukup banyak. Sekurangnya, dalam satu tahun, 6.000 anak terpaksa menetap di balik sel penjara. Prinsip-prinsip penanganan anak berhadapan dengan hukum tersebut, menurut KAPI, harus menjadi dasar dalam pembentukan RUU Peradilan Anak jika tidak ingin lebih banyak anak memenuhi penjara anak dan penjara dewasa.
Selain telah menyampaikan usulannya dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Anak Komisi XIII DPR tersebut, KPAI akan menyampaikan usulannya itu kepada Dirjen HAM, Kemenhuk dan HAM, Prof Harkristuti Harkrisnowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.