JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah rencana aksi unjuk rasa besar-besaran dalam rangka mengkritisi 100 hari pemerintahan pada hari ini, sebuah hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia menyebutkan bahwa popularitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata masih tinggi.
Temuan survei Lembaga Survei Indonesia yang melibatkan 2.900 responden tersebut menunjukkan, 70 persen responden mengaku puas terhadap kinerja duo Yudhoyono-Boediono.
Sayangnya, tingkat kepuasan cenderung lebih rendah di kalangan responden yang berpendidikan tinggi. Responden yang mengaku puas 73 persen berpendidikan sekolah dasar.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi dan anggota DPR Jeffri Geovani mengatakan, hal ini perlu mendapat perhatian Presiden dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Pasalnya, orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki resonansi kritik yang lebih besar.
"Kalangan berpendidikan mempunyai kemampuan mengartikulasikan kegelisahannya ke tingkat grass root (akar rumput)," ujar Burhanuddin kepada Kompas.com, kemarin di Jakarta. Mereka, lanjutnya, mampu menciptakan opini publik yang pada akhirnya diikuti oleh masyarakat di tingkat akar rumput.
Di Thailand, ujar Jeffri, kejatuhan mantan Perdana Menteri Thaksin Sinawatra pada April 2006 tidak lepas dari pengaruh kalangan kelas menengah. "Ketika kelas menengah tidak puas, mereka pun bergerak dengan kekuatannya sehingga akhirnya Thaksin jatuh," kata Jeffri.
Saat itu, seperti diwartakan, kalangan perkotaan, termasuk aktivis dan mahasiswa, marah ketika Thaksin, yang didukung oleh para petani yang tinggal di pedesaan, menjual perusahaan telekomunikasi raksasa milik keluarganya, Shin Corp, kepada Temasek Singapura seharga 1,9 miliar dollar AS pada Januari 2006.
Kekesalan memuncak ketika mereka mengetahui bahwa keluarga Thaksin dibebaskan dari pajak penjualan. Dalam waktu singkat, aksi demonstrasi melanda Bangkok, ibu kota Thailand. Gelombang penolakan terhadap Thaksin, pemimpin pertama dalam sejarah Thailand yang meraih kemenangan mutlak dua kali berturut-turut dalam pemilu 2001 dan 2005, terus berlangsung dan membesar hingga April 2006.
Aksi demo yang menuntut agar Thaksin mundur diketahui merupakan yang terbesar sejak tahun 1992. Thaksin pun menyerah. Politisi sekaligus salah satu orang terkaya di Thailand ini pada 4 April 2006 menyatakan mundur dari jabatannya.
Padahal, sekitar dua bulan sebelum kejatuhannya, jajak pendapat ABAC Poll Research Center menunjukkan popularitas Thaksin masih tinggi. Sekitar 60 persen responden menginginkan Thaksin meneruskan jabatannya sebagai perdana menteri. Hanya 14,5 persen responden yang menginginkan Thaksin mundur.