JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan uji materi terhadap Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa hasil dari rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pemerintah tidak mengikat.
Bagi Hadar, putusan MK mempertegas posisi KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang independen tak bisa diintervensi pihak manapun.
"Jadi, buat penyelenggara pemilu juga tidak ragu. Kalau kemudian DPR dalam hal ini komisi II ada yang berusaha mendesak-desak gitu, ya didengarkan saja," kata Hadar usai sidang putusan yang digelar di MK, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).
Hadar mengatakan, MK tetap memberi ruang bagi terjadinya konsultasi antara KPU dengan DPR dan Pemerintah.
"Inisiatif (konsultasi) bisa dari pihak manapun, DPR memanggil atau KPU yang meminta. Kemudian, bentuknya ya tidak harus DPR yang memanggil dan (dilaksanakan) di DPR, ya bisa saja KPU yang kemudian berinisiatif mengundang," kata Hadar.
(Baca: MK Putuskan Rapat Konsultasi KPU, DPR, dan Pemerintah Tak Mengikat)
Oleh karena itu, lanjut Hadar, komisioner KPU perlu memikirkan hal-hal teknis terkait konsultasi agar tidak mengganggu jadwal kerja dan penyusunan berbagai tahapan pemilihan, jika DPR atau pemerintah tak memiliki waktu melakukan konsultasi.
"Kalau waktunya sangat mepet tidak harus dalam pertemuan yang formasl seperti saat ini. Jadi, bisa saja tulis surat, kemudian DPR menjawab. Kalau tidak ada balasan ya sudah. Atau dijawab dengan catatan-catatan, dulu pernah di masa kami kita perhatikan saja masukannya, enggak da masalah," kata Hadar.
Sebelumnnya, dalam sidang putusan pada siang hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa hasil dari rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan DPR tidak berlaku mengikat.
(Baca: Apa Pertimbangan MK Putuskan Konsultasi dengan DPR dan Pemerintah Tak Mengikat KPU?)
"Menyatakan, pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 . . . sepanjang frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat', bertentangan dengan undang-undang Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat." kata Wakil Ketua MK, Anwar Usman.
Hakim Konstitusi Aswanto, menyampaikan, KPU sebagai lembaga yang dijamin kemandiriannya dalam UUD 1945 tidak boleh tersandera dalam melaksanakan kewenangannya membuat PKPU dan pedoman teknis. Sebab, KPU bertanggung jawab dalam penyelengaraan pemilihan.