JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay berharap Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan mengenai konsultasi antara penyelenggara pemilu dengan DPR dan pemerintah yang hasilnya mengikat.
Hal ini disampaikan Hadar menanggapi sidang putusan uji materi Pasal 9 Huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar pada Senin (10/7/2017) pukul 13.30 WIB. Uji materi teregistrasi di MK dengan nomor perkara 92/PUU-XIV/2016.
Menurut Hadar, aturan tersebut mengganggu independensi KPU dalam menyusun peraturan KPU (PKPU).
"Kalau ruang intervensi terbuka lebar maka yang akan terancam adalah kualitas pemilihan," kata Hadar saat dihubungi, Senin.
Oleh karena itu, bagi Hadar, putusan MK sangat penting karena akan memberikan kepastian tentang status konsultasi, keputusan konsultasi, dan hubungan antara KPU dengan DPR dan pemerintah, khususnya dalam penetapan PKPU dan petunjuk teknis.
"MK seharusnya dapat menjamin terciptanya kemandirian KPU yang memang landasannya kuat dalam konstitusi. Komisi pemilihan umum yang nasional, tetap, dan mandiri," kata dia.
Ditinjau dari aspek waktu, menurut Hadar, putusan MK cukup tepat. Saat ini Undang-Undang Pemilu yang baru akan segera ditetapkan.
Di sisi lain, KPU sudah mulai masuk pada tahap tahap penyusunan Peraturan KPU (PKPU) untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
(Baca: Senin, MK Putus Uji Materi Aturan Konsultasi KPU dengan DPR-Pemerintah)
Hadar pun berharap jika MK memutuskan bahwa ketentuan konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah yang hasilnya mengikat dapat dibatalkan oleh MK. Hal ini demi menjaga independensi penyelenggara pemilu.
"Substansi ini yang terpenting, karena kemandirian KPU adalah satu keharusan untuk dapat terlaksananya pemilihan yang berintegritas," kata Hadar.
(Baca juga: Alasan MK Diminta Segera Putus Uji Materi Kewajiban Konsultasi KPU-DPR)
Sementara mantan Ketua KPU Juri Ardiantoro mengaku senang bahwa MK akhirnya membacakan putusan uji materi yang diajukan oleh komisioner KPU periode 2012-2017.
"(Putusan) ini sudah ditunggu-tunggu, bahkan sempat kami tagih. Terakhir kami menagih Tanggal 22 Juni lalu untuk segera dibacakan oleh MK, karena urgensinya bagi KPU dan bawaslu menghadapi pilkada 2018 dan pemilu 2019," kata Juri.
Hal senada disampaikan mantan Komisioner KPU Ida Budhiati. Ia pun berharap MK membatalkan ketentuan tersebut.
Namun, Ida mengingatkan kepada seluruh pihak, baik DPR, pemerintah, KPU, dan masyarakat agar menerima putusan MK. "Apa pun putusan MK harus dihormati," kata Ida.