Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri Sebut Istilah Putra Daerah Tak Diterapkan dalam Seleksi Akpol

Kompas.com - 03/07/2017, 15:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, Polri tidak menerapkan kesukuan atau klasifikasi putra daerah dalam seleksi Akademi Kepolisian (Akpol). Sistem seleksi anggota Polri dengan klasifikasi khusus putra asli daerah hanya berlaku di Papua.

"Peraturan Kapolri dengan tegas (tidak ada). Yang ada peraturan putra daerah prioritas hanya untuk di Papua," ujar Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Tito mengatakan, klasifikasi putra daerah ditentukan karena mempertimbangkan kondisi di daerah tertentu. Misalnya, di wilayah pegunungan tengah Papua, sistem pendidikan lebih lambat dibandingkan dengan lainnya.

Kemudian, putra daerah itu juga harus bersaing dengan pendatang yang kemampuannya lebih tinggi. Jika tidak ada klasifikasi putra daerah di wilayah tersebut, maka mereka akan kalah saing dan tidak memiliki perwakilan di wilayah sendiri.

(Baca: Beredar Video Orangtua Protes di Sidang Akpol, Ini Komentar Polri)

"Kalau daerah lain, yang pendidikan sama, apalagi Jawa Barat yang bibitnya unggul tidak ada istilah putra daerah. Semua sama. Ranking menentukan," kata Tito.

Di kepolisian, ada istilah local boy job yang hanya berlaku di level bintara. Local boy merupakan warga atau calon yang tinggal di daerah tersebut dalam kurun waktu satu tahun, tanpa melihat apakah calon tersebut lahir di daerah setempat atau bukan.

Menurut Tito, di daerah tertentu perlu polisi yang memahami betul karakteristik daerah tersebut. Istilah itu hanya berlaku untuk bintara karena mereka akan berada terus di daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Berbeda dengan Akpol yang lulusannya akan ditempatkan di berbagai daerah saat bertugas nanti.

"Kalau Akpol ini mereka calon pimpinan nasional. Bisa bertugas di mana saja, mereka siap," kata Tito.

Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan membuat klasifikasi putra daerah dan non putra daerah dalam seleksi Akpol di Polda Jabar. Hal tersebut menuai protes dari orangtua peserta seleksi yang menganggap proses tersebut tidak adil.

(Baca: Polri Bentuk Tim Investigasi Terkait Protes Orangtua di Sidang Akpol)

Keriuhan sempat terjadi saat sidang taruna Akademi Kepolisian (akpol) dan sidang lulus sementara Tamtama Polri Tahun Ajaran 2017 di Polda Jawa Barat.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan, ada tujuh orangtua murid yang melapor ke Propam Polri terkait hal ini.

Tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tengah menelaah dan menganalisis dugaan pelanggaran etik dalam proses seleksi Akpol di Polda Jawa Barat. Tim evaluasi tersebut berasal dari panitia pusat, SDM, Irwasum, dan Tim Propam Mabes Polri.

Sementara itu, Mabes Polri mengambil alih proses penerimaan Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2017 dari panitia daerah Polda Jawa Barat. Secara otomatis pula Mabes Polri membatalkan keputusan Kapolda Jawa Barat tentang penetapan kuota putra daerah Jawa Barat untuk Taruna Akpol.

Dugaan penyimpangan yang terdapat dalam keputusan Kapolda Jawa Barat pada proses penerimaan Taruna Akpol 2017 dikarenakan kebijakan tersebut tidak mengikuti prosedur penerimaan Taruna Akpol dari panitia pusat atau Mabes Polri.

Kompas TV Polri Segera Lakukan Perubahan Sistem di Akpol
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com