Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P: Dalam Berpolitik Jangan Ada Tradisi Menang-menangan

Kompas.com - 22/06/2017, 17:05 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, menyatakan dalam politik harus ada kompromi demi kepentingan bersama. Hal itu disampaikan Hasto menyikapi buntunya pengambilan keputusan isu presidential threshold dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.

"PDI-P tidak ingin menyandera. PDI-P ingin segala sesuatunya muncul dengan sebuah kesadaran dan dilaksanakam sesuai dengan sistem pemilu yang kita sepakati, sistem pemerintahan yang kita sepakati," ujar Hasto di Kantor DPP PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).

Ia membantah, pembahasan RUU Pemilu saat ini tersandera beberapa kepentingan politik seperti penambahan kursi Pimpinan DPR dan MPR dalam revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Menurut dia, penambahan kursi Pimpinan DPR dan MPR merupakan keniscayaan bagi partai pemenang pemilu. Ia menambahkan tak bisa dinafikan suara rakyat yang terwujud dalam perolehan kursi di DPR.

(Baca: RUU Pemilu Tersandera "Presidential Threshold"...)

"Nanti kan setelah ini kan juga dilakukan pembahasan Undang-Undang MD3. Makanya dalam berpolitik itu tidak bisa dengan tradisi menang-menangan. Berpolitik itu bukan praktek kekuasaan semata. Berpolitik ini adalah amanat dari rakyat," ujar Hasto.

"Ketika rakyat sudah menyatakan PDI-P menjadi pemenang dan ada upaya semacam itu, bagi PDI-P untuk duduk dalam konfigurasi kepemimpinan dewan, maka PDI-P tak akan mengemis-ngemis posisi politik itu," lanjut dia.

Diketahui, pembahasan RUU Pemilu berbarengan dengan revisi Undang-Undang MD3. Awalnya penambahan kursi Pimpinan DPR dan MPR diperuntukan bagi partai pemenang pemilu yakni PDI-P.

Namun dalam perjalanannya, partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah seperti PKB sempat meminta jatah kursi Pimpinan DPR dan MPR.

(Baca: Gerindra Heran Pemerintah "Ngotot Presidential Threshold")

Saat ini opsi PKB, pemerintah, dan PDI-P berbeda dalam opsi presidensial threshold. PKB awalnya mengusulkan agar presidential threshold sama dengan besaran parliamentary threshold.

Namun, saat ini PKB bersama Gerindra, PPP, PAN, PKS, dan Hanura mengusulkan presidential threshold sebesar 10-15 persen.

Sementara PDI-P dan pemerintah menginginkan agar presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Kompas TV Presiden Joko Widodo tetap pada sikapnya untuk ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com