JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan agar calon anggota Dewan Pewakilan Daerah (DPD) diseleksi oleh Panitia Seleksi (Pansel) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menimbulkan pro dan kontra.
Menurut Ketua Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD RI, John Pieris, model seleksi seperti itu berpotensi memunculkan praktik transaksional.
"Dikhawatirkan muncul politik transaksional dalam proses seleksi itu," kata John dalam sebuah diskusi di Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017).
John mengatakan, partai politik penguasa kursi di tingkat daerah berpotensi 'menitipkan' calon-calonnya di DPD.
Padahal, kata John, masyarakat harus diberi pilihan calon yang berkualitas melalui proses yang terbuka.
John menilai, tidak ada jaminan bahwa sistem seleksi DPD oleh Pansel dan DPRD tidak akan memunculkan politik transaksional.
(Baca: Pansus Tak Sepakat Usulan Anggota DPD Diseleksi Pansel Disebut Inkonstitusional)
"Kecuali, Pansel dan DPRD yang melakukan fit and proper test itu diawasi oleh NGO (lembaga non-pemerintah), diawasi lagi oleh publik," ujar John.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pansus Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edy mengungkapkan, proses seleksi akan dimulai dengan pembentukan Pansel oleh Gubernur.
Tim pansel berjumlah 5 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat dan akademisi.
Pansel yang terbentuk lantas mengumumkan ke media dan membuka pendaftaran calon DPD.
Setelah ada pendaftar, Pansel melakukan interview. Mereka yang lolos tahap interview akan diminta membuat makalah tentang pembangunan daerah.
"Setelah itu, menjadi kewenangan Pansel untuk memilih 10 kali yang dibutuhkan. Misalnya yang dibutuhkan 4, berarti Pansel memilih 40. Pilihan Pansel lalu diserahkan ke DPRD untuk fit and proper test," kata Lukman.
Proses selanjutnya, DPRD menyaring menjadi 5 kali yang dibutuhkan, atau sebanyak 20 orang.
Sebanyak 20 calon DPD inilah yang dilempar ke publik untuk dipilih dalam pemilu serentak.
"Empat teratas itulah yang kemudian dilantik menjadi DPD terpilih. Kalau (urutan) 4 berhalangan tetap, maka digantikan oleh urutan 5," kata Lukman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.