Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Staf BPPT hingga Dosen ITB Jadi Saksi Sidang Kedelapan E-KTP

Kompas.com - 13/04/2017, 07:09 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP di pengadilan memasuki sidang kedelapan pada Kamis (13/4/2017).

Jaksa penuntut umum akan menghadirkan 10 saksi di persidangan kali ini. Saksi yang dihadirkan berkaitan dengan pengadaan fisik dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Jaksa memanggil dua saksi yang merupakan dosen Institut Teknologi Bandung, yaitu Ing Mochammad Sukrisno Mardiyanto dan Saiful Akbar.

Kemudian, ada pula saksi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yakni Arief Sartono, staf peneliti BPPT Gembong Satrio Wibowanto, staf pusat teknologi informasi dan komunikasi di BPPT Tri Sampurno, serta tim teknis dari BPPT, Dwidharma Priyasta.

(Baca: Jaksa Ungkap Penggelembungan Harga Barang dalam Pengadaan e-KTP)

Jaksa juga memanggil mantan Kepala Direktorat Pengendalian Persandian Lembaga Sandi Negara, Salius Matram Saktinegara; Kepala Subdit SIAK Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Muhammad Wahyu Hidayat; PNS Ditjen Dukcapil Kemendagri, Benny Kamil; dan Pringgo Hadi Tjahyono sebagai sekretaris panitia pengadaan barang/jasa untuk proyek ini.

Dalam dakwaan disebut bahwa pelaksanaan pengadaan proyek e-KTP di luar prosedur semestinya.

Sebelum diadakan lelang, kuasa pengguna anggaran sudah terlebih dulu menentukan konsorsium PNRI sebagai pemenang.

Konsorsium ini dikendalikan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dua orang yang duduk di kursi terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, serta mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto.

(Baca: Pemenang Lelang Proyek E-KTP Pesan Barang Sebelum Teken Kontrak)

DPR menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun. Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.

Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, yakni anggota DPR dan Kementerian Dalam Negeri.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi meminta imigrasi mencegah Ketua DPR Setya Novanto untuk bepergian ke luar negeri.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com