Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dan Akomodasi Multikultural

Kompas.com - 06/04/2017, 19:12 WIB

Oleh: Herdi Sahrasad 

Dalam dekade terakhir, Inggris, Jerman, dan negara Eropa lain mengakui doktrin multikulturalisme di Eropa telah gagal karena Eropa bersikap terlalu toleran terhadap ekstremis sayap ultra-kanan ataupun ekstremis Islam.

PM Inggris David Cameron mengkritik doktrin multikulturalisme terbukti gagal mengatasi radikalisasi dan terorisme. Kanselir Jerman Angela Merkel bahkan dengan gamblang menyatakan: multikulturalisme telah gagal pula di Jerman. Eropa yang menerapkan doktrin multikulturalisme itu gagal memberikan visi mengenai suatu masyarakat di mana kelompok-kelompok budaya ingin menjadi bagiannya.

Malahan, di bawah doktrin multikulturalisme negara, berbagai kelompok budaya didorong hidup secara terpisah dari yang lain, bahkan menoleransi masyarakat yang terpisah-pisah itu untuk berperilaku yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku.

Publik Inggris belum sepenuhnya lupa ketika pada Sabtu (6/8/2011) kelabu meletus kerusuhan di London. Huru-hara itu demikian cepat menjalar ke kota-kota lain, menyebabkan empat orang tewas. Anak-anak muda tiba-tiba seperti kesurupan, merusak dan menjarahi sudut-sudut kota Tottenham, Birmingham, Nottingham, dan kota besar lain di Inggris. Meski Cameron bersikeras kerusuhan itu "tindak kriminal murni", ada yang membuka tabir kelam bahwa kerusuhan ini berbau rasial. Gerakan itu dipicu tewasnya seorang Afro-Karibia karena ditembak polisi. "Bangkai" yang disembunyikan pun terkuak. Inggris yang membanggakan multikulturalismenya ternyata juga menyimpan bibit ketakpuasan minoritas.

Warga kulit hitam yang hidup di kantong kemiskinan kian terpojok akibat krisis ekonomi Eropa sejak 2009. Mereka banyak kena PHK dan pemerintah memotong berbagai tunjangan kesejahteraan sehingga kaum miskin makin miskin. Lalu, turunlah mereka ke jalan-jalan menumpahkan protes dan kemarahan.

Inggris tak hanya menghadapi kerusuhan berbau rasial. Pasca-tragedi bom World Trade Center (WTC), 11 September 2001, Inggris juga mengalami aksi terorisme bom di London oleh ekstremis berjubah agama dengan korban jiwa berjatuhan. Cameron pun menyatakan perlunya diambil sikap lebih tegas dan keras terhadap kelompok-kelompok yang mempromosikan ekstremisme ultra-nasionalis ataupun ekstremisme Islam.

Baginya, ekstremisme berjubah agama maupun ekstremisme ultra-nasionalis sama saja buruknya dalam merusak tatanan multibudaya, multikulturalisme.

Multikulturalisme merupakan pengakuan bahwa beberapa kultur yang berbeda dapat eksis dalam lingkungan sama dan menguntungkan satu sama lain di mana ada pengakuan dan promosi terhadap pluralisme kultural.

Multikulturalisme bukanlah doktrin politik pragmatis, tetapi cara pandang kehidupan manusia sebagai suatu paradigma (Leo Suryadinata, 2002). Meminjam perspektif Will Kymlicka, pemberian ruang bagi kalangan minoritas suatu negara tak bisa dicapai hanya lewat jaminan hak-hak individual dalam UU. Minoritas yang dimaksud Kymlicka adalah minoritas budaya, yang harus diperhatikan keunikan identitasnya.

Kasus Indonesia

Di Indonesia, multikulturalisme adalah suatu keniscayaan dan keharusan, apalagi dalam konteks keragaman ras, suku, bahasa, dan agama yang merupakan ciri khas serta kelebihan dari bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain.

Multikulturalisme menghargai perbedaan dan keberbedaan. Namun, perbedaan dan keberbedaan yang tak dikelola dengan baik akan menjadi sumber perselisihan, konflik, dan kekerasan. Oleh karena itu, harus ada formula pemahaman yang tepat-guna untuk mendamaikan dan menyatukan (Rizal Mubit, 2016).

Di Indonesia, banyak sekali konflik timbul karena masalah suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA). Kasus Tolikara, Tanjung Balai, dan Pilkada DKI yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama, misalnya, terkait isu SARA. Meski sejak awal kemerdekaan kita sudah berkomitmen dan menyuarakan Pancasila, masalah kebinekaan atau kini istilahnya multikulturalisme/pluralisme ternyata belum selesai.

Dalam kasus-kasus SARA, kaum terpinggirkan dan minoritas melihat pemerintah sulit menyembunyikan "pilih kasih"-nya karena terbukti memihak mayoritas. Diakui atau tidak, pemerintah sedikit banyak membela mayoritas. Itulah perasaan dan kebatinan kaum minoritas.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com