Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD yang Tak "Bergigi" Hadapi Setya Novanto...

Kompas.com - 17/03/2017, 19:14 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Setya Novanto kembali dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Kali ini, ia dilaporkan setelah namanya disebut dalam dakwaan kasus e-KTP atas dugaan menerima dana dalam proyek e-KTP.

Tiga laporan masuk ke MKD terkait Novanto.

Salah satu laporan mempermasalahkan pernyataan Novanto kepada publik yang dianggap berbohong.

Namun, laporan tersebut berpotensi tak ditindaklanjuti.

MKD menyatakan, sesuai hukum acara, jika ada kasus sudah masuk ranah hukum, maka MKD akan memproses laporan etik setelah proses hukum selesai.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, proses penegakan hukum seharusnya tak dijadikan alasan untuk tidak memproses laporan terhadap Novanto.

"Tak ada alasan untuk menunggu proses lain yang tidak jelas kapan mulai dan kapan akan berakhir," ujar Lucius, saat dihubungi, Jumat (16/3/2017).

(Baca: Ketua MKD: Secara Fakta Setya Novanto Bersih dari Sanksi MKD)

Menurut Lucius, hal seperti ini membuat citra DPR semakin tergerus.

DPR seolah rasionalisasi untuk melindungi anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran etika.

"Tentu disayangkan ketika MKD yang berhak memproses dugaan pelanggaran etika membuat rasionalisasi yang sok taat pada aturan tata beracara saja. Padahal, lebih penting bagi MKD untuk memproses laporan dugaan pelanggaran etik tersebut agar citra parlemen tidak rusak oleh perilaku anggotanya," ujar Lucius.

Proses hukum yang berjalan seharusnya tak menjadi alasan MKD tak memproses laporan terkait anggota DPR.

Lucius mencontohkan pada kasus Fanny Safriansyah atau Ivan Haz.

Putra mantan Wakil Presiden RI Hamzah Haz itu dijatuhi hukuman etik berat setelah dianggap terbukti melakukan penganiayaan terhadap asisten rumah tangganya.

Saat laporan masuk ke MKD, kasus Ivan juga tengah diproses di Kepolisian. Namun, MKD tetap memproses pelanggaran etiknya.

"Kan sama saja sedang dalam proses penegakan hukum," ujar Lucius.

(Baca: Alasan MKD Belum Proses Laporan Etik terhadap Setya Novanto)

Ia menambahkan, kasus etik terhadap Novanto di DPR selalu diawali dengan upaya MKD yang seolah enggan memproses Novanto.

Pada kasus "Papa Minta Saham", misalnya.

MKD memproses kasus tersebut dengan cepat karena pengaruh tekanan publik yang begitu kuat. 

Lucius menilai, jika tak ada tekanan publik, MKD dianggapnya akan mencari cara untuk merasionalisasi alasan tak memproses Setya Novanto.

"Sekaligus juga artinya sama, kasus ini menunggu tekanan massa untuk diproses," kata dia.

"Publik sendiri yang harus bergerak untuk menekan MKD agar menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya ketika berhadapan dengan para pelaku tindakan tidak etis, bukan malah melindunginya," papar Lucius.

Halaman:


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com