JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Seleksi Calon Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono mengatakan, dalam proses seleksi pansel akan melibatkan banyak pihak untuk menulusuri rekam jejak calon hakim.
Lembaga yang dilibatkan antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Komisi Yudisial (KY).
"Kami akan secara aktif meminta data dari KPK, PPATK, dan BIN. Terus kami juga kerja sama dengan KY," kata Harjono saat dihubungi, Kamis (23/2/2017).
Harjono menuturkan, pelibatan KPK dilakukan untuk meminta data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Selain itu, pansel juga akan melihat apakah nama calon hakim pernah disebut dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun pelibatan PPATK terkait adanya potensi transaksi keuangan yang mencurigakan dari calon hakim.
"BIN juga dapat memberikan informasi nama-nama itu, karena BIN ada di seluruh Tanah Air kan. Kami juga kerja sama dengan KY, karena KY itu hampir di setiap pengadilan dia punya petugas," ucap Harjono.
Harjono menyebutkan, para pendaftar tidak harus datang dari kalangan profesional. Namun, pendaftar juga bisa datang dari latar belakang akademisi dan organisasi sosial.
"Masyarakat yang terdiri dari organisasi sosial, kelompok profesi dan perguruan tinggi itu bisa mencalonkan," ujar Harjono.
(Baca juga: Pansel Hakim MK Diminta Waspadai Potensi Terpilihnya Mafia Sengketa Pilkada)
Pendaftaran calon hakim MK dimulai sejak Rabu (22/2/2017) hingga Jumat (3/3/2017).
Berkas pendaftaran bisa disampaikan ke sekretariat pansel di Kementerian Sekretariat Negara atau melalui surel panselmk@setneg.go.id.
Para pendaftar diharuskan menulis analisis salah satu putusan MK sebanyak sepuluh hingga dua puluh halaman. Hasil seleksi administrasi akan diumumkan pada Jumat (10/3/2017) melalui harian nasional dan laman Kemensetneg.