Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ungkap Fakta Miris soal Lulusan SMK

Kompas.com - 02/02/2017, 13:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengungkap fakta miris tentang kondisi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia sekaligus lulusan-lulusannya. Sebanyak 82 persen tenaga kerja Indonesia di luar negeri ternyata berstatus lulusan SMK.

"Ini fakta yang harus sungguh disampaikan. 42 persen (TKI) adalah lulusan SD, 66 persen lulusan SD dan SMP, 82 persen lulusan SD, SMP, SMK. Inilah kondisinya," ujar Jokowi dalam pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017 di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).

Jokowi menyebut, kondisi ini tidak dapat diteruskan. Harus ada perbaikan di dunia pendidikan kejuruan agar lulusannya masuk ke dunia kerja secara tepat sasaran.

"Harus ada sebuah percepatan agar bisa meng-upgrade serta memperbaiki level mereka dalam hal skill," ujar Jokowi.

Ketinggalan 30 tahun

Ada sejumlah faktor yang harus diperbaiki agar SMK di Indonesia dapat melahirkan sumber daya manusia berkualitas dan mampu bersaing di kancah dunia. Pertama, Presiden Jokowi menyoroti kondisi perlengkapan dan peralatan di sekolah kejuruan.

Menurut Jokowi, teknologi di sekolah kejuruan tertinggal jauh dari sekolah kejuruan di negara lain.

"Peralatan untuk melatih mereka mungkin ketinggalan 20 atau 30 tahun," ujar Jokowi.

Kedua, soal kualitas guru. Jokowi menyebut, sebagian besar guru di SMK didominasi guru-guru mata pelajaran normatif, bukan praktis. Hal ini tidak sesuai dengan karakter pendidikan SMK yang berorientasi pada kerja.

"Yang saya lihat di SMK itu hampir mirip-mirip dengan SMA. 70 atau 80 persen diisi guru normatif. Guru matematika, guru biologi, bahasa Indonesia," ujar Jokowi.

"Padahal mestinya 70 atau 80 persen itu guru praktik. Guru berkaitan dengan garmen, assembling otomotif atau pelatih yang bisa mengajar cara menggunakan mesin CNC," lanjut dia.

Terakhir soal jurusan yang ada di SMK. Jokowi melihat SMK tidak mengikuti perkembangan zaman.

"Saya lihat sejak saya kecil sampai sekarang, jurusannya itu-itu saja. Mesti jurusan mesin, bangunan dan listrik. Padahal dunia sudah berubah cepat sekali," ujar Jokowi.

Seharusnya, jurusan pada pendidikan kejuruan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan dunia kerja. Misal ada jurusan jaringan informasi teknologi, platform aplikasi, animasi dan sebagainya.

"Kenapa tidak ada jurusan retail? Logistik? Yang dibutuhkan saat ini. Atau soal tantangan negara yakni terorisme, kenapa tidak ada jurusan antiterorisme atau kontraradikalisme?" ujar Jokowi.

Jokowi berharap mendapat masukan dari kalangan akademisi agar kebijakan pemerintah mendorong peningkatan kualitas pendidikan kejuruan semakin maksimal hasilnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com