Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III Nilai Hakim MK Belum Miliki Kualitas dan Integritas

Kompas.com - 31/01/2017, 06:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi berpendapat, para hakim konstitusi seharusnya mampu memenuhi kriteria ideal. Terutama dari segi integritas dan kualitas.

Namun, pada kenyataannya, para hakim MK belum seluruhnya memenuhi kriteria tersebut. 

"Menurut saya kapasitas hakim MK tidak ada, baik dari sisi kualitas mau pun integritas, jadi kita harus kejar kualitas dan integritas. Menurut saya itulah yang harus diperbaiki," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).

Hal pertama yang harus diperbaiki, kata dia, adalah pola rekrutmen. Politisi Partai Nasdem itu menilai pola rekrutmen hakim konstitusi masih sangat longgar.

(Baca: KPK Tegaskan Patrialis Sudah Terima Uang Suap)

Untuk itu, perlu ada penegasan di sejumlah poin. Misalnya dengan menetapkan umur minimal seorang hakim konstitusi. Semisal, Tak kurang dari 70 tahun.

"Dengan demikian kita akan memiliki hakim yang tidak lagi memiliki kepentingan pribadi," tuturnya.

Hakim konstitusi saat ini juga dianggap tak memiliki pemahaman yang mendalam terhadap banyak isu.

Ia mencontohkan salah satu produk Undang-Undang yang dibuat oleh DPR, yaitu aturan mengenai petahana harus mengundurkan diri dalam Pemilu.

Aturan tersebut diuji materi ke MK dan dikabulkan. Sehingga, petahana kini tak diharuskan mengundurkan diri jika berpartisipasi dalam Pemilu.

(Baca: Jokowi Akan Bentuk Pansel untuk Cari Pengganti Patrialis di MK)

"Itu menurut saya betapa hakim MK tidak paham persoalan politik, MK hanya paham sejumlah pasal dalam UUD, barang kali itu saja," ujar politisi asal Aceh tersebut.

"Padahal kalau kita mau mengukur sesuatu dengan konstitusi itu adalah harus ada pemahaman, bukan hanya pemahaman hukum tetapi ada pemahaman terhadap politik sosial dan yang lain," sambungnya.

Lebih jauh, Taufiqulhadi menilai, perlu ada sistem rekrutmen menggunakan tim panitia seleksi (tim pansel).

Saat ini, aturan tersebut tak terikat dalam undang-undang sehingga lembaga yang berwenang menunjuk hakim konstitusi tak bisa diwajibkan membentuk pansel.

Kedua, berkaitan dengan pengawasan terhadap hakim konstitusi. Taufiqulhadi menilai, keberadaan badan pengawas hakim konstitusi di luar MK tetap diperlukan.

Badan pengawas internal yang saat ini ada menurutnya masih tidak efektif. Soal apakah perlu lembaga baru atau memanfaatkan Komisi Yudisial (KY), kata dia, masih perlu dibahas. 

"Body-nya harus ada di luar, yang sama seperti Bawaslu terhadap KPU. Menurut saya seperti itu, kalau enggak akan terjadi hal seperti ini," kata dia.

Kompas TV Resmi Ditahan KPK, Patrialis Undur Diri dari MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com