JAKARTA, KOMPAS.com – Melonjaknya harga cabai rawit merah hingga di atas ratusan ribu rupiah membuat ibu rumah tangga dan pengelola warung nasi tegal atau warteg harus memutar otak.
Selain mengatur keuangan dengan lebih ketat, mereka juga mesti menyiasati agar sambal buatannya tetap terasa pedas.
"Kalau rasa pedasnya dikurangi, nanti pelanggan complain (mengeluh)", ujar Fitri (35), kepada Kompas.com, Selasa(17/01/2017).
Fitri yang sehari-hari membuka warteg di ruko Green Garden, Blok Z 2, Jalan Panjang, Kedoya Jakarta Barat ini harus punya strategi agar tak ditinggal kabur pelanggan.
"Jumlah cabai rawit merah tetap sama, hanya takaran untuk memberi sambal ke pembeli dikurangi," ujar Fitri.
Adapun, wanita asal Wonogiri itu harus membeli cabai rawit merah 0,5 kilogram (kg) per hari, ditambah cabai merah keriting 0,5 kg per hari.
"Tadi pagi waktu belanja di Pasar Pesing, Kedoya Utara, harga cabai rawit merah Rp 125.000 per kilo," kata dia.
Tak cuma soal takaran sambal, kenaikan harga cabai rawit merah membuat pula omzet penjualannya menurun. Sebelum kenaikan harga terjadi, Fitri mampu meraup pendapatan Rp 500.000 – Rp 600.000 per hari.
"Sekarang turun jadi Rp 400.000 per hari, banyak pembeli tidak mau kalau tidak pedas," ujar Fitri.
Setali tiga uang dengan Fitri, Rusmina (56) yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga mengeluhkan mahalnya harga cabai rawit merah. Kini dia harus menghemat untuk berbelanja.
"Biasa saya beli seperempat kilogram Rp 12.000 untuk tiga hari, sekarang hanya beli 1 ons untuk tiga hari," kata dia.
"Kalau sudah begini maka dana untuk membeli lauk pauk ikut dikurangi. Jadi seharusya makan bergizi lama-lama jadi tidak bergizi akhirnya menjadi lesu lemah dan letih," ujar Rusmina.
Masih mahal
Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Selasa (17/01/2017, di Pasar Jaya Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pedagang menjual cabai rawit merah rata-rata di harga Rp 120.000 per kg.