Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Politisi PPP Setuju Pencabutan Hak Politik untuk Koruptor

Kompas.com - 11/01/2017, 23:42 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, memperberat hukuman berupa pencabutan hak politik bagi pelaku yang berstatus pejabat publik.

Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai, pencabutan hak politik pantas diberlakukan. Bahkan, menurut dia, pencabutan hak politik tidak hanya selama lima tahun seperti yang diatur dalam udang-undang.

"Secara prinsip saya setuju pidana pencabutan hak politik bagi pejabat publik yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi," ujar Arsul saat dihubungi, Rabu (11/1/2017).

Namun, menurut dia, penerapan vonis pencabutan hak politik jangan sampai serta-merta begitu saja ditujukan kepada semua orang yang terjerat kasus korupsi.

Sebab, perlu dilihat terlebih dahulu posisi pelaku dalam kasus yang menjeratnya itu.

"Jika seseorang divonis korupsi dan terbukti memperkaya diri sendiri, keluarga atau kelompoknya dengan niat atau kesadaran penuh maka sudah seharusnya dicabut hak politiknya," kata dia.

"Tapi jika terdakwa divonis korupsi lebih karena kebijakannya yang salah, sehingga memperkaya orang lain yang tidak ada hubungannya atau terdakwa tidak dapat keuntungan materi dari tindakannya, ya harus dipertimbangkan apa perlu dicabut hak politiknya," ucap Arsul.

(Baca juga: KPK Harap Hakim Pikirkan Pentingnya Pencabutan Hak Politik Koruptor)

Arsul mengatakan, dirinya juga mendorong untuk diadakannya pertemuan dengan Mahkamah Agung (MA) guna membicarakan hukuman tersebut.

Hal ini guna menghindari polemik jika MA mengeluarkan rekomendasi untuk para hakim, nantinya.

"Tentu soal ini akan kami bahas dalam rapat konsultasi dengan Pimpinan. Kami tentu akan tanyakan bagaimana pandangan dan kebijakan MA sendiri," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

(Baca juga: KY Pantau Hakim yang Konsisten Tak Mau Cabut Hak Politik Koruptor)

Pencabutan hak politik dilakukan melalui penjeratan Pasal 10 Huruf b Angka 1 terhadap terdakwa. Dalam pasal ini disebutkan adanya pidana tambahan berupa pencabutan hak- hak tertentu.

Kemudian di Pasal 35 Ayat 1 KUHP disebutkan juga hak-hak terpidana dapat dicabut dengan putusan hakim, di antaranya hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak memasuki angkatan bersenjata, serta hak memilih dan dipilih dalam pemihan.

Sementara pembatasannya itu berdasarkan putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009 yang menetapkan bahwa pencabutan hak hanya berlaku sampai lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya.

Kompas TV Alasan Artidjo Cabut Hak Politik - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkominfo Lapor ke Jokowi, Sudah Turunkan 1,9 Juta Konten Judi Online

Menkominfo Lapor ke Jokowi, Sudah Turunkan 1,9 Juta Konten Judi Online

Nasional
PDI-P Anggap Pertemuan Puan dan Jokowi di WWF Bagian Tugas Kenegaraan

PDI-P Anggap Pertemuan Puan dan Jokowi di WWF Bagian Tugas Kenegaraan

Nasional
Projo Sebut Jokowi Sedang Kalkulasi untuk Gabung Parpol

Projo Sebut Jokowi Sedang Kalkulasi untuk Gabung Parpol

Nasional
Ingatkan Kasus Covid-19 Masih Ada, Kemenkes Imbau Tetap Lakukan Vaksinasi

Ingatkan Kasus Covid-19 Masih Ada, Kemenkes Imbau Tetap Lakukan Vaksinasi

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Judi Online, Ketuanya Menko Polhukam

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Judi Online, Ketuanya Menko Polhukam

Nasional
PPP Kecewa MK Tolak Gugatannya Terkait Pileg 2024

PPP Kecewa MK Tolak Gugatannya Terkait Pileg 2024

Nasional
Disiapkan PKB Maju Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Masih Diproses ...

Disiapkan PKB Maju Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Masih Diproses ...

Nasional
Djoko Susilo Ajukan PK Kedua, Pengacara: Ada Novum yang Bisa Membebaskan

Djoko Susilo Ajukan PK Kedua, Pengacara: Ada Novum yang Bisa Membebaskan

Nasional
Rakernas Pertama Tanpa Jokowi, PDI-P: Tidak Ada Refleksi Khusus

Rakernas Pertama Tanpa Jokowi, PDI-P: Tidak Ada Refleksi Khusus

Nasional
Ida Fauziyah Sebut Anies Baswedan Masuk Radar PKB untuk Pilkada DKI 2024

Ida Fauziyah Sebut Anies Baswedan Masuk Radar PKB untuk Pilkada DKI 2024

Nasional
Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

Nasional
Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

Nasional
Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

Nasional
MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

Nasional
Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa 'Dikit' Viralkan

Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa "Dikit" Viralkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com