Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Harap Hakim Pikirkan Pentingnya Pencabutan Hak Politik Koruptor

Kompas.com - 06/01/2017, 09:37 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap para hakim dapat lebih memikirkan urgensi pencabutan hak politik seorang terdakwa yang terseret kasus korupsi.

KPK menilai, pencabutan hak politik akan mengurangi kerugian yang timbul akibat terjadinya korupsi yang berulang.

"Kami berharap, Mahkamah Agung terutama memperhatikan fenomena banyaknya aktor politik yang terlibat korupsi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Menurut Febri, KPK dan MA dapat mencegah kerugian yang lebih besar apabila terpidana dalam kasus korupsi kembali mendapatkan jabatan publik. Apalagi, jika mantan terpidana tersebut terpilih menjadi kepala daerah, dan menjadi bagian dari dinasti politik.

(Baca: ICW Kecewa Hak Politik Sanusi Tak Dicabut)

Menurut Febri, pencabutan hak politik sebenarnya alat yang tersedia untuk mencegah kasus korupsi terulang oleh orang yang sama. Pencabutan hak politik merupakan pidana tambahan yang telah diatur undang-undang hukum pidana.

KPK beberapa kali menuntut agar hakim mencabut hak politik seorang terdakwa yang sebelumnya memiliki jabatan publik. Namun, beberapa kali pula tuntutan tersebut tidak dipenuhi.

Sebagai contoh, majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menolak tuntutan pencabutan hak politik terhadap terdakwa mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti.

(Baca: Pertimbangan Hakim Tak Cabut Hak Politik Sanusi)

Hakim menilai, hak politik sebagai hak asasi manusia setiap warga negara yang tidak dapat dibatasi oleh siapa pun.

Kemudian, hakim juga menolak pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik terhadap terdakwa mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.

Jaksa KPK kemudian mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi agar hak politik terhadap M Sanusi dicabut.

Kompas TV Alasan Artidjo Cabut Hak Politik - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com