Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 2016, Produktivitas MK Dinilai Menurun

Kompas.com - 27/12/2016, 14:40 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan penurunan pada 2016.

Dari hasil kajian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, MK menerima 111 perkara yang  masuk sepanjang tahun ini.

Selain itu, ditambah 63 perkara tunggakan tahun sebelumnya.

Namun, hingga akhir tahun, hanya 96 putusan yang dapat dihasilkan oleh MK.

"Tentu bagi kita sebagai perseorangan yang juga punya legal standing, akan berpengaruh juga pada kepastian hukum dan dampaknya bagi masyarakat," kata peneliti Kode Inisiatif, Adelline Syahda, dalam sebuah diskusi di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).

Pada tahun 2015, jumlah perkara yang diselesaikan MK lebih besar, yakni 157 perkara dari total 220 perkara yang masuk.

Menurut Adelline, penyebab menurunnya produktivitas MK karena harus menyidangkan sengketa Pilkada 2015.

Sengketa pilkada harus diprioritaskan karena dibatasi oleh waktu dan berdampak pada kepastian hukum atas pergantian kepala daerah.

Sementara itu, Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi menambahkan, waktu penanganan sengketa di MK juga cenderung menurun.

Selama 13 tahun MK berdiri, rata-rata penyelesaian perkara hanya 6,5 bulan.

Namun, pada tahun ini rata-ratanya menjadi 10 bulan.

Veri mengatakan, pihaknya menekankan dari segi manajemen waktu penanganan perkara agar ke depannya tidak semakin banyak perkara ditunggakkan untuk tahun berikutnya.

"Selayaknya MK mulai mengatur soal waktu penanganan perkara supaya lebih bisa memberikan kepastian hukum terhadap semua pengujian di MK, juga memberikan kepastian untuk semua proses yang ada," kata Veri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com