Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara (Imajiner) Tokoh Bangsa

Kompas.com - 27/11/2016, 05:35 WIB

Oleh: M SUBHAN SD

Baru berusia 71 tahun (Proklamasi 1945), negeri ini serasa sudah menua. Kalau menandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda 1928, bangsa ini juga serasa cepat merapuh. Akhir-akhir ini, kohesi nasional rasanya merenggang.

Perbedaan yang pada masa Kebangkitan Nasional awal abad XX menjadi elemen perekat, sekarang justru unsur perenggang.

Dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, implikasinya luar biasa.

Sentimen primordial menguat, menggerus pilar-pilar persatuan. Kebinekaan yang menjadi kerangka bangsa ini seakan terkoyak.

Jangan-jangan banyak yang lupa pada Pancasila, falsafah yang menjadi pemersatu bangsa. Mendengar ’Pancasila’ langsung teringat Soekarno (Bung Karno), penggali Pancasila, presiden pertama RI (1945-1967).

Bung, sebagai pendiri bangsa dan proklamator, apa yang terjadi dengan Indonesia sekarang ini?

Bung Karno: Kejadian-kejadian akhir-akhir ini, saudara-saudara, membuktikan sejelas-jelasnya bahwa jikalau tidak di atas dasar Pancasila kita terpecah-belah, membuktikan dengan jelas bahwa hanya Pancasila-lah yang dapat tetap mengutuhkan negara kita, tetap dapat menyelamatkan negara kita.

Oleh karena itu, saya harap saudara- saudara nanti kalau saya sudah menguraikan Pancasila ini selalu ingat kepada background yang pada malam ini saya berikan kepada saudara-saudara, bahwa kita membutuhkan persatuan dan bahwa Pancasila adalah kecuali satu Weltanschauung adalah satu alat pemersatu daripada rakyat Indonesia yang aneka warna ini (Peringatan Hari Pancasila, 1 Juni 1964).

Sebetulnya, bukankah kebinekaan Indonesia sudah selesai. Generasi hebat yang dimiliki bangsa ini berhasil membangun tonggak-tonggak pencapaian luar biasa, seperti konsep ”satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa” di dalam Sumpah Pemuda 1928.

Pada zaman dulu, perbedaan justru menyatukan. Sekarang, perbedaan malah dikorek-korek. Pada era otonomi sekarang ini, sentimen kedaerahan dan primordialisme justru menyembul ke permukaan.

Gerakan kedaerahan bergolak kuat pada dekade 1950-an yang menjadi ancaman disintegrasi, semisal pemberontakan PRRI/Permesta, RMS, Andi Azis, DI/TII, dan lain-lain.

Jadi teringat Letnan Jenderal TB Simatupang, Kepala Staf Angkatan Perang 1950-1953, yang harus berhadapan dengan gerakan-gerakan daerah tersebut.

Apa arti kedaerahan dalam bingkai Indonesia?

TB Simatupang: Saya bukanlah orang Jawa, saya adalah orang Indonesia yang lahir di Tapanuli. Namun sedikit pun saya tidak pernah merasa asing selama pengembaraan di Pulau Jawa dalam perang kemerdekaan ini.

Syafruddin, putra Jawa Barat, yang memimpin seluruh perang rakyat ini dari pegunungan alam Minangkabau, pastilah tidak akan merasa dirinya asing di sana.

Demikian juga halnya dengan Hidayat, putra Jawa Barat, yang sedang memimpin perang rakyat di seluruh Sumatera; Simbolon yang lahir di Tapanuli dan sedang memimpin perang rakyat di Sumatera Selatan.

Kawilarang, Kawanua yang memimpin perang rakyat di Tapanuli dan sedang memimpin perang rakyat di Tapanuli dan Sumatera Timur.

Nasution yang lahir di Tapanuli dan sekarang menjadi Panglima Jawa; Sadikin, orang Banyumas yang memimpin perang di Jawa Barat.

Gatot Subroto, orang Banyumas yang memimpin perang rakyat di Solo; Sungkono, anak Banyumas yang memimpin perang kemerdekaan di Jawa Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com