Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akui Tak Cukup Bukti untuk Kembangkan Kasus Suap Raperda Reklamasi

Kompas.com - 19/11/2016, 13:12 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyidik kekurangan alat bukti untuk mengembangkan kasus dugaan suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Hal itu yang membuat KPK kesulitan untuk membongkar keterlibatan pelaku lain dalam kasus tersebut. 

"Awalnya, kami berharap kasus itu bisa berkembang, tetapi ternyata dari fakta-fakta persidangan, gelar perkara dengan penyidik dan penuntut umum, ternyata ya seperti itu," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat ditemui di Kuningan, Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Alex membantah jika dikatakan bahwa KPK mendapat intervensi dalam menangani kasus suap raperda reklamasi.

Menurut Alex, proses hukum berjalan seperti pada umumnya, tanpa adanya tekanan.

"Kami harus fair juga dong, bahwa memang tidak cukup alat bukti untuk membawa seseorang itu ke persidangan, atau untuk dilakukan penyidikan," kata Alex.

(Baca juga: Taufik Sebut Pemprov DKI Selundupkan 13 Pasal dalam Raperda Reklamasi)

Sebelumnya, KPK menilai kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M Sanusi, sebagai korupsi yang tergolong skala besar.

Dalam kasus tersebut, pihak swasta berupaya memengaruhi kebijakan penyelenggara negara yang berdampak besar pada publik.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, kasus ini dikategorikan sebagai "grand corruption".

Dalam persidangan terhadap Sanusi, sejumlah pihak, baik perusahaan pengembang dan pimpinan DPRD DKI Jakarta, diduga terlibat dalam suap terkait pembahasan raperda.

Beberapa di antaranya adalah Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, dan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.

Namun, hingga saat ini KPK belum menetapkan tersangka elain Sanusi dan penyuapnya, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

(Baca juga: Ariesman Bantah Bicarakan Raperda Reklamasi dengan Sanusi di Rumah Aguan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com