JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar resmi diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Joko Widodo, Senin (15/8/2016). Putusan pemberhentian itu merupakan ujung dari polemik dwikewarganegaraan Arcandra.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuturkan, hal tersebut merupakan salah satu tanda kecerobohan dan tidak cermatnya Presiden Joko Widodo dalam memilih menteri.
"Saya kira harus ada evaluasi lah kepada sistem pemerintahan yang sekarang ini termasuk di dalam rekrutmen," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Kejadian seperti itu, kata Fadli, seharusnya tak perlu terjadi dalam penunjukkan menteri kabinet karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Syarat-syarat tersebut harus diteliti dan dicermati termasuk soal latar belakang menteri yang menyangkut status kewarganegaraan.
"Hal-hal seperti administratif tidak dipenuhi. Ini sungguh disayangkan," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Akibat ketahuan memiliki paspor AS, Presiden memutuskan mencopot Arcandra. Pengumuman pencopotan itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin (15/8/2016) malam.
Posisi Arcandra untuk sementara digantikan Menteri Koordinator bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Menteri ESDM.
(Baca: Presiden Jokowi Tunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Plt Menteri ESDM)
Fadli berpendapat pencopotan ini tidak perlu terjadi apabila rekrutmen terhadap menteri dilakukan secara teliti. Perekrutan diminta mencermati latar belakang pendidikan dan status kewarganegaraan.
"Ini juga Arcandra sendiri menjadi korban karena kecerobohan Presiden. Padahal Saudara Arcandra ini kan putra Indonesia yang berada di luar negeri yang mempuyai keahlian yang kita butuhkan," kata Fadli.