Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klarifikasi Pidato Jokowi, Sri Mulyani Luruskan Tak Semua Daerah Harus Segera Gunakan APBD

Kompas.com - 05/08/2016, 12:35 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa semua daerah harus segera mengeluarkan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang tersimpan di bank.

Sri Mulyani menjelaskan, saat ini ada daerah yang sektor swastanya minim sehingga perekonomian di daerah itu sangat bergantung pada APBD yang sudah dibelanjakan.

Namun, ada juga daerah yang sektor swastanya sudah maju sehingga perekonomian dapat bergerak tanpa harus bergantung APBD, salah satunya DKI Jakarta.

"Kalau daerah seperti di DKI Jakarta ini, mungkin APBD-nya hanya satu bagian saja dibandingkan dengan aktivitas swasta dan masyarakat yang luar biasa banyak. Jadi ini mungkin tidak sangat mengganggu, tidak menjadi betul-betul motor yang sangat dibutuhkan," kata Sri Mulyani, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/8/2016).

Hal yang dimaksud Jokowi agar anggaran segera digunakan, lanjut Sri, adalah daerah-daerah dengan sektor swastanya minim.

(Baca: Sri Mulyani: Kami Tak Bermaksud Permalukan Kepala Daerah)

Jika daerah seperti ini tak menggunakan APBD yang sudah disediakan dengan baik, Presiden khawatir perekonomian akan terganggu.

"Ini betul-betul agar uang yang dikumpulkan dan kemudian disalurkan itu bisa digunakan setepat mungkin khususnya bagi masyarakat miskin supaya mereka bisa mendapat manfaat. Itu mungkin klarifikasi yang paling penting," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Sebelumnya, Jokowi blakblakan merinci ada sepuluh pemerintah provinsi yang paling malas menyerap anggaran karena dana yang mengendap di bank daerah cukup besar.

(Baca: "Bisikan" Sri Mulyani yang Bikin Jokowi Blakblakan...)

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat mengikuti rapat Koordinasi Nasional VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Kepala daerah yang pertama kali ditegur oleh Jokowi adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Sebab, serapan anggaran di DKI Jakarta terendah dari semua provinsi yang ada.

"Pak Ahok duitnya memang gede, tetapi nyimpennya juga gede. Masih ada Rp 13,9 triliun (dana yang tersimpan). Ini harus dikeluarkan," kata Jokowi, yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sembilan provinsi lain yang juga disebut Jokowi yakni Jawa Barat (Rp 8,034 triliun), Jawa Timur (Rp 3,9 triliun), Riau (2,86 triliun), Papua (Rp 2,59 triliun), Jawa Tengah (Rp 2,46 triliun), Kalimantan Timur (Rp 1,57 triliun), Banten (Rp 1,52 triliun), Bali (Rp 1,4 triliun), dan Aceh (Rp 1,4 triliun).

Jokowi juga mengungkapkan, kabupaten dan kota yang memiliki serapan anggaran terendah hingga angka inflasi yang tinggi.

Jokowi mengaku diberi saran oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membuka semua data itu.

"Kalau sudah blakblakan gini gimana rasanya? Saya sudah dibisiki Menkeu, 'Pak diungkap saja, Pak'. Ya diungkap," kata Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com