Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahathir Nilai Abu Sayyaf Tak Perlu Dipenuhi, Uang Tebusan Bisa untuk Perkuat Pertahanan

Kompas.com - 25/07/2016, 16:06 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad mengatakan, penyanderaan oleh kelompok bersenjata asal Filipina, Abu Sayyaf, tak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga negaranya.

Ia menilai, penyanderaan seperti ini sebenarnya tidak akan terulang apabila permintaan uang tebusan dari kelompok Abu Sayyaf tidak dipenuhi.

"Kalau kita bayar (uang tebusan), kita artinya meluruskan penculikan yang mereka lakukan," kata Mahatir ditemui usai mengisi orasi ilmiah di acara Dies Natalis ke-17 Universitas Bung Karno di Balai Kartini, Jakarta, Senin (24/7/2016).

Karena itu, Mahathir menilai, Malaysia dan Indonesia yang kini warganya sama-sama disandera oleh kelompok Abu Sayyaf tak perlu membayar uang tebusan yang diminta.

Apalagi jika uang tebusan yang akan dibayarkan itu berasal dari kas negara.

Ia menyarankan agar kedua negara sama-sama memperkuat sistem pertahanan dan keamanan, khususnya di wilayah perbatasan yang rawan terjadi perompakan.

"Kalau kita punya sistem pertahanan dengan alat canggih kita boleh mengurangi kemungkinan rakyat kita diculik oleh Abu Sayyaf. Uang (tebusan) itu bisa digunakan untuk pertahanan kita saya pikir," ucap Mahatir.

Kapal pukat tunda LD/114/5S milik perusahaan asal Malaysia, Chia Tong Lim, menjadi sasaran kelompok Abu Sayyaf pada 9 Juli lalu.

Sejumlah warga negara Malaysia dan tiga warga negara Indonesia menjadi korban penyanderaan dan hingga kini belum berhasil dibebaskan.

Sebelumnya pada 20 Juni, tujuh WNI anak buah kapal tugboat Charles 001 juga disandera sejak 20 Juni dan belum berhasil dibebaskan hingga saat ini.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (20/7/2016) lalu memastikan sepuluh warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf dalam keadaan sehat dan baik.

Luhut menegaskan, pemerintah terus berupaya membebaskan sepuluh WNI itu. Menurut dia, tujuh WNI dan tiga WNI yang disandera dalam waktu yang berbeda, saat ini masih dalam posisi terpisah.

Pemerintah masih mengupayakan negosiasi agar tidak ada korban jiwa. Terakhir, pemerintah sudah meminta bantuan tokoh politik setempat, yakni Nur Misuari, kepala Front Liberal Nasional Moro (MNLF).

Kompas TV Diplomasi Pertahanan Indonesia Dianggap Lemah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com