JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, polisi tidak menyalahi standar operasi dalam pengamanan massa di tambang batubara di Bengkulu.
Menurut dia, polisi melakukan tindakan tegas lantaran massa melakukan hal yang berpotensi menimbulkan kericuhan.
"Selama mereka melakukan tugas sesuai SOP, tentunya menjadi tanggung jawab organisasi untuk melindungi. Inilah yang seharusnya kami lakukan," ujar Agus di Mabes Polri, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Agus mengatakan, tahapan pengamanan sudah dilakukan polisi, mulai dari imbauan ke masyarakat. Polisi dan masyarakat sudah sepakat unjuk rasa diundur pekan depan, tetapi ada segelintir warga yang memprovokasi sehingga situasi memanas.
(Baca: Demo Tambang di Bengkulu Bentrok, Dua Warga Tertembak, Dua Polisi Dibacok)
"Ada yang memprovokasi sehingga masyarakat terpancing. Tiba-tiba ada beberapa orang menyelinap, ada di dalam, dan memprovokasi massa untuk maju dan menyerang," kata Agus.
Terlebih lagi, ternyata massa telah mempersenjatai diri dengan senjata tajam. Anggota polisi pun terkena luka bacok di leher bagian belakang.
Agus meminta masyarakat tidak memojokkan anggota kepolisian dengan adanya peristiwa ini. Tembakan tersebut dilakukan sebagai peringatan. Itu pun bukan di titik vital yang membahayakan.
"Jangan sampai sedikit-sedikit polisi lakukan tindak tegas ke masyarakat, langsung maunya ada sanksinya. Tetapi, apabila mereka melanggar, tidak sesuai, itu yang akan kami proses. Ada sanksinya," kata Agus.
(Baca: Kisah di Balik Insiden Penembakan Warga dan Pembacokan Polisi di Pertambangan Bengkulu)
Sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak tambang dilakukan oleh masyarakat yang mewakili 12 desa di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.
Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB di lokasi tambang PT Citra Buana Selaras (CBS). Ratusan warga yang hendak mendatangi pimpinan perusahaan dihadang oleh petugas kepolisian.
Saat itu, terjadi komunikasi, tetapi berujung bentrok yang menyebabkan dua warga terkena tembak serta anggota polisi terkena bacok. Kepolisian masih menyelidiki siapa yang terlebih dahulu memulai aksi anarkitis.
Penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan bawah tanah dengan membuat terowongan sebenarnya sudah beberapa kali ditolak. Mereka takut jika nantinya aktivitas pertambangan malah merusak lahan perkebunan yang berada di atasnya.