Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi II: Bukan DPR yang Jegal Ahok, melainkan KPU

Kompas.com - 11/06/2016, 11:10 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menuturkan bukan pihaknya yang berusaha menjegal calon perseorangan dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pernyataan tersebut diungkapkannya berkaitan adanya pasal dalam revisi UU Pilkada tentang verifikasi dukungan calon perseorangan yang ramai dibincangkan, terutama di DKI Jakarta.

"Saya bilang yang menjegal Ahok bukan DPR, tapi KPU? Karena, soal verifikasi faktual itu 100 persen kami sadur dari PKPU (Peraturan KPU)," kata Lukman dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6/2016).

Lukman menambahkan, DPR memasukkan norma-norma dari PKPU dan praktik verifikasi faktual memang bukan baru diterapkan saat ini.

(Baca: KPU Disarankan Gugat Aturan Verifikasi Faktual Calon Independen ke MK)

Ia menjelaskan, verifikasi juga bukan tiga hari melainkan 28 hari dan pihaknya sudah melakukan simulasi aturan tersebut di beberapa daerah.

Jika dihitung rata-rata penduduk yang perlu diverifikasi KPU dalam sehari, angkanya masih memungkinkan, yaitu rata-rata 40 orang di setiap desa.

Selain aturan mengenai verifikasi, lanjut dia, aturan yang dianggap menjegal calon perseorangan adalah formulir dukungan yang dikumpulkan harus sesuai dengan yang dikeluarkan KPU.

"Teman Ahok pasti akan bikin formulir ulang. Sementara di formulir KPU kan tidak ada kop surat Ahok," ujar dia.

(Baca: Ini Ketentuan Verifikasi KTP Dukungan untuk Calon Independen dalam UU Pilkada)

Sementara itu, Ketua KPU DKI Jakarta Sumaro menegaskan KPU tak memiliki kepentingan untuk menjegal calon-calon tertentu dalam Pilkada. Sebagai penyelenggara pemilu, kata dia, KPU hanya merupakan pelaksana UUD.

Hasil pembahasan di DPR setelah diketuk palu maka baru akan diturunkan ke Peraturan KPU. Adapun terkait verifikasi faktual, lanjut dia, bukan 28 hari melainkan 14 hari.

Waktu 28 hari merupakan batas penyerahan dukungan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) sebelum pendaftaran kepala daerah.

"Jadi, untuk Pilkada 2017, verifikasi dilaksanakan mulai 21 Agustus hingga 3 September," kata Sumarno.

(Baca: Muncul Gerakan "Cuti Sehari" untuk Verifikasi KTP Dukungan buat Ahok)

Jika dalam waktu yang ditentukan masih ada pendukung calon perseorangan yang tidak ditemukan, maka mereka diminta datang ke PPS paling lama dalam tiga hari. Jika tidak, dukungan akan dikatakan tidak memenuhi syarat.

Sedangkan mengenai keharusan formulir dukungan dengan format yang dikeluarkan KPU, Sumarno menjelaskan, dalam PKPU Nomor 9 memang disebutkan bahwa jika calon perseorangan memiliki formulir dukungan yang berbeda formatnya, ketika penyerahan ke KPU wajib diserahkan dalam format formulir KPU.

Namun, bukan berarti harus ada pencetakan ulang, melainkan hanya dilampirkan. Sebab, tak semua data dalam formulir dukungan bisa dengan mudah dipindahkan, misalnya tanda tangan pendukung.

"Jadi sama sekali tidak menyulitkan. Memfitnah itu dosa. Tidak mungkin KPU melakukan penjegalan. Yang punya kepentingan bukan KPU, KPU hanya wasit," ujar dia.

Kompas TV Syarat Calon Independen Ancam Demokrasi? (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com