JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/5/2016) lalu.
Ia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Nurhadi diperiksa atas dugaan keterlibatannya dengan kasus suap tersebut.(Baca: Diperiksa KPK, Nurhadi Tak Ditanya soal Uang Rp 1,7 Miliar di Rumahnya)
Salah satunya, Nurhadi ditanyakan mengenai sejumlah perkara hukum yang ditangani di PN Jakarta Pusat.
"Kemarin, kalau tidak salah ditanya mengenai ada catatan beberapa kasus, apa memang betul menangani itu," ujar Agus, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Kasus dugaan suap panitera di PN Jakarta Pusat diduga terkait pengurusan beberapa perkara hukum. (Baca: Sekretaris MA Nurhadi Bantah Sembunyikan Sopirnya)
Beberapa sengketa yang ditangani di PN Jakpus tersebut diduga melibatkan perusahaan konglomerasi.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan Doddy Ariyanto Supeno.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap.
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta.
Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing.
KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri di PN Jakpus.
Meski demikian, menurut Agus, dalam pemeriksaan Selasa kemarin, Nurhadi belum ditanyakan perihal uang yang disita dari kediamannya.